WahanaNews.co | Asosiasi Pengusaha Hiburan Jakarta (Asphija) menyatakan sekitar 50% tempat karaoke di DKI Jakarta bangkrut akibat pemberlakuan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
"Kita itu udah benar-benar bangkrut karena kalau pun karaoke dibuka 50% sudah tutup permanen," kata Ketua Umum Asphija Hana Suryani kepada wartawan, Kamis (30/9/2021).
Baca Juga:
Star High: Hiburan Keluarga, Bukan Diskotik!
Menurutnya, dalam kondisi tersebut semestinya tempat karaoke tidak perlu lagi ditutup. Kalau pun sudah buka lagi dia berpendapat pengunjungnya tidak akan banyak.
"Artinya kan tidak akan ada yang dikhawatirkan lagi kayak misalnya katanya akan ada kerumunan, nggak ada lah, tamunya satu juga belum tentu ada," sebutnya.
Namun Hana tak memegang data mengenai jumlah pekerja karaoke yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) sejauh ini.
Baca Juga:
Ketua MPR Bamsoet Minta Pemerintah Kaji Ulang Kenaikan Pajak Hiburan
Dia menjelaskan pengusaha karaoke ingin dibolehkan beroperasi kembali karena juga memikirkan nasib karyawannya dan pelaku usaha lain yang terdampak penutupan tempat karaoke.
"Jadi saya menyuarakan pengusaha, menyuarakan karyawan yang bekerja. Lalu saya menyuarakan juga pekerja lepas yang jumlahnya kita tahu itu nggak sedikit, sangat banyak. Lalu saya juga menyuarakan pengusaha-pengusaha kecil, pelaku UMKM yang juga menjadi mitra, juga menyuarakan PKL-PKL yang ada di sekitar sekitar usaha-usaha kami," paparnya.
Kritik Diskriminasi Pembukaan Usaha
Bisnis karaoke masih belum mendapatkan izin beroperasi meskipun pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di DKI Jakarta sudah turun ke level 3.
Dalam PPKM level 3 di DKI Jakarta, beberapa tempat usaha sudah mendapatkan pelonggaran, mulai dari pembukaan bioskop, hingga anak di bawah 12 tahun boleh masuk mal atau pusat perbelanjaan. Menurut Hana, pemerintah diskriminatif dalam menerapkan kebijakan.
Dia menilai pemerintah maupun Satgas COVID-19 hingga kini belum menyentuh bisnis karaoke, setidak-tidaknya melakukan simulasi terhadap kesiapan operasional mereka.
"Sampai saat ini nggak ada bahasa-bahasa ke sana. Artinya perwakilan-perwakilan kami juga dari pemerintah daerah, khususnya dari Satgas COVID tidak bersungguh-sungguh, sangat diskriminatif. Jadi tidak bersungguh-sungguh dalam melaksanakan simulasi," ujar Hana.
Padahal, pihaknya sudah mengajak pemerintah, Satgas COVID-19, hingga DPRD DKI Jakarta untuk memantau langsung simulasi operasional karaoke guna memastikan kesiapan menjalankan protokol kesehatan (prokes)
Hana memastikan tempat karaoke sudah siap mengikuti prokes ketika diizinkan beroperasi kembali, mulai dari membatasi jumlah orang di dalam ruangan, mic disteril dan dilapisi sarung, per 2 jam sekali disemprot desinfektan, hingga dilakukan pembersihan ulang setiap 2 atau 4 jam sekali.
Namun, niat baik tersebut tak disambut. Hingga saat ini simulasi tersebut tidak kunjung terlaksana. Dia mengaku kecewa dengan pemerintah akan hal tersebut.
"Harusnya kan mereka bisa mewakili setiap hak pengusahaan untuk didampingi hak kami dan mereka melaksanakan kewajibannya karena mereka kan pemerintah. Siapapun yang belum buka (beroperasi) harusnya sudah menjadi perhatian mereka jauh-jauh hari disimulasi, dicek kekurangannya apa saja, dievaluasi. Ini nggak ada, mana ada pernah turun. Makanya sebenarnya kalau bahasa saya diskriminasi," tambah Hana. [rin]