Konflik dan kekerasan yang terus terjadi merupakan bukti Negara
tidak menempatkan rakyat dan isu kerakyatan sebagai persoalan pokok dalam
menghadapi krisis ini. Ketika rakyat dibatasi ruang hidup dan penghidupannya,
korporasi malah dibiarkan terus menguras sumber-sumber agraria. Dalil objek
vital nasional dan proyek strategis nasional menjadi kedok untuk meminggirkan
rakyat ditengah penetapan PPKM.
Di kota-kota, kelompok masyarakat kecil
yang terpaksa harus beraktivitas agar kehidupan dapat terus berjalan cukup
banyak yang menjadi korban dari upaya penagakan hukum yang dilakukan negara.
Baca Juga:
Kabel PLN di Atas Bangunan Warga di Jalan Medan Batang Kuis: Pertanyaan Keamanan Muncul
"Apakah mereka yang kecil harus dipaksa
berdiam diri di ruman, tanpa bantuan dan insentif? Sementara sumber kehidupan
mereka dibatas kebijakan PPKM," sebut Dewi.
Lebih lanjut Dewi mengemukakan bahwa di tengah perekonomian
nasional yang tampak stagnan dan penerapan PSBB, perampasan tanah berskala
besar tidak menurun dengan cara-cara yang semakin tak terkendali dengan adanya
241 konflik agraria yang tersebar di 359 kampung/desa dan melibatkan 135.337 KK
di atas tanah seluas 624.272,711 hektar.
Dewi mengemukakanbahwa
aktivitas-aktivitas perusahaan di berbagai sektor, seperti pertambangan,
perkebunan, kehutananan, Hutan Tanaman Industri (HTI), dan proyek-proyek infrastruktur
di atas ruang ruang hidup Masyarakat Adat dan petani, tidak berkurang sama
sekali. Hal tersebut menyebabkan Masyarakat Adat dan petani mengalami kesulitan
untuk menjaga keselamatan diri di tengah pandemi.
Baca Juga:
Mengamankan Arus Lalu Lintas, Polres Sibolga Gelar Posko Mobilitas Pagi
Oleh karena itu, pemerintah harus mengambil
keputusan yang tegas disertai dengan pemberian sanksi agar
perusahaan-perusahaan yang beroperasi dan merampas ruang-ruang hidup Masyarakat
Adat, petani, dan nelayan, segera menghentikan aktivitasnya. Selanjutnya,
anggaran terutama proyek-proyek infrastruktur pemerintah perlu dialihkan untuk
mencukupi kebutuhan pangan dan kesehatan rakyat di tengah pandemi.
AMAN-WALHI-KPA memandang Pemerintah Provinsi, Pemerintah Daerah
dan Pemerintah Desa penting untuk melakukan realokasi danrefocusinganggaran untuk memastikan
layanan kesehatan dan kebutuhan pokok masyarakat dapat dipenuhi. Tentu,
kebijakan ini harus dilimplementasikan secara trasnparan dan lepas dari praktik
korupsi.
Tidak hanya itu, negara juga harus
berhenti dengan narasi penyelamatan ekonomi makro/ pertumbuhan ekonomi.
Menyelamatkan rakyat jauh lebih penting dibanding menyelamatkan ekonomi
kapitalistik. Kebijakan penanganan pandemi harus dilakukan secara matang dengan
memperhatikan basis ilmu pengetahuan dan keberpihakan pada rakyat.