WahanaNews.co | Presiden Joko Widodo alias Jokowi menyatakan, pengembangan kendaraan listrik di Indonesia tak boleh berhenti
hanya pada pemilikan tambang nikel, salah satu bahan baku
pembuat baterai yang memang banyak terdapat di Tanah Air.
Dia mengatakan,
pengembangan juga mesti dilakukan di industri hilir, seperti
baterai lithium sampai produksi mobil listrik.
Baca Juga:
Kementerian ESDM Buka Suara, Soal Tudingan AS Ada Kerja Paksa di Industri Nikel RI
Hal ini diungkap Jokowi saat acara
Peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional ke-26, yang
disiarkan melalui YouTube, Selasa (10/8/2021).
Jokowi bilang,
pemerintah memang sedang fokus menangani pandemi Covid-19, namun Indonesia juga perlu melakukan reformasi struktural untuk masa depan.
Kata dia, Indonesia
tak boleh hanya memanfaatkan sumber daya yang berlimpah, tetapi juga mesti
menambah nilai kerja melalui pengembangan industri hilir.
Baca Juga:
Balai Kemenperin di Makassar Dukung Pemerataan Ekonomi Wilayah Timur
"Sebagai contoh, pertambangan
nikel. Kita punya tambang nikel, tapi tidak
boleh berhenti di situ saja. Kita harus mengembangkan industri hilir, seperti industri lithium baterai sampai produksi mobil
listrik," ucap Jokowi.
"Semakin banyak rantai pasok yang
diproduksi di dalam negeri, semakin besar pula nilai tambahnya untuk masyarakat
bangsa dan negara. Tetapi
semua itu kuncinya adalah teknologi," katanya lagi.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin), pada bulan lalu, menjelaskan, Indonesia
adalah negara yang memiliki cadangan nikel terbesar di dunia.
Berdasarkan data Kemenperin pada Juli,
sudah ada lima pemasok bahan baku baterai di dalam negeri, yaitu:
- Huayue Nickel Cobalt (Pure Ni: 60 ribu ton per tahun, Pure Co:
7.800 ton per tahun)
- QMB New Energy Material (Pure Ni: 50 ribu ton per tahun, Pur Co: 4 ribu ton per tahun)
- Weda Bay Nickel (NiCo Hydroxide: 60 ribu ton per tahun, FeNi: 120 ribu ton per tahun, FeCr: 300 ribu ton per tahun)
- Halmahera Persada Lygend (Mixed Hydroxide
Precipitate/MHP Pure Ni: 37 ribu
ton per tahun, Pur Co: 4 ribu
ton per tahun)
- Smelter Nikel Indonesia (Mixed Hydroxide Precipitate/MHP: 76.500 ton per tahun)
Sementara itu, Indonesia
juga telah punya empat produsen baterai, yakni:
1. ABC Everbright
2. International Chemical Industry
3. Panasonic Gobel
4. Energizer
Pada Juli, Hyundai
juga telah mengumumkan bakal mendirikan pabrik baterai lithium-ion NCMA
berkapasitas maksimal 10 GWh per tahun di Karawang, Jawa Barat, mulai tahun ini.
Pabrik itu disebut
akan siap memproduksi massal baterai mulai 2024.
Pabrik itu merupakan hasil joint venture antara Hyundai Motor Group
dan LG Energy Solution dengan investasi US$ 1,1 miliar.
Namun, baterai
di pabrik Hyundai utamanya ditujukan untuk mobil Hyundai dan Kia.
Kemenperin juga telah
menetapkan peta jalan pengembangan kendaraan listrik di dalam negeri.
Salah satu isinya
menetapkan target produksi 600 ribu unit mobil listrik dan 2,45 juta unit
sepeda motor listrik pada 2030.
Pemerintah bakal
membantu target itu dengan membeli bertahap lebih dari 531 ribu unit (mobil dan
motor listrik) sebagai kendaraan dinas hingga 2030.
Pada tahun ini, Kemenperin mengungkap, pemerintah akan membeli 13 ribu unit mobil listrik
dan nyaris 40 ribu motor listrik sebagai kendaraan dinas.
Sejauh ini, baru satu produsen otomotif yang menyatakan bakal
memproduksi mobil listrik murni mulai 2022 di Indonesia, yaitu Hyundai.
Selain itu, berbagai produsen juga telah berkomitmen
memproduksi mobil hybrid mulai tahun depan, dan mulai menanamkan investasi triliunan rupiah.
Toyota berjanji
memproduksi 10 model hybrid hingga 2024, dimulai dari Innova Hybrid pada 2022.
Suzuki akan memproduksi Ertiga Mild Hybrid pada 2022 dan XL7 Mild Hybrid pada 2023, sementara
Mitsubishi ingin memproduksi Xpander
Hybrid pada 2023.
"Arahnya menuju green economy sudah sangat jelas. Pasar dunia akan mengarah pada green product,
terutama yang low carbon, resources efficient, dan socially inclusive. Demikian halnya dengan digital
economy. Sekali lagi, kuncinya adalah teknologi," ujar
Jokowi.
[qnt]