WAHANANEWS.CO, JAKARTA - Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno mengatakan, pemangkasan anggaran infrastruktur yang berdampak pada peniadaan preservasi atau pemeliharaan rutin jalan berpotensi mengancam keselamatan pengguna jalan.
Pemeliharaan jalan perlu dilakukan secara rutin, mengingat tingkat kerusakan jalan akibat hujan cukup tinggi, terlebih bertepatan dengan momentum mudik Lebaran. Apalagi, tak sedikit pemudik yang menggunakan sepeda motor.
Baca Juga:
Mahasiswa Banten dan Jakarta Tinjau Lokasi PSN di Perbatasan PIK2
Menurut data Korps Lalu Lintas Kepolisian Republik Indonesia (Korlantas Polri), jenis transportasi penyebab kecelakaan tertinggi adalah sepeda motor yakni mencapai 77 persen. Sisanya adalah truk 10 persen, kendaraan umum 8 persen, mobil pribadi 3 persen, dan lain-lain 2 persen.
"Karena saat hujan, air menggenang menutupi badan jalan sehingga masyarakat tidak tahu kondisi jalan berlubang itu, akibatnya rawan terjadi kecelakaan. Beberapa kejadian kecelakaan di jalan akibat banyaknya pengendara menghindari lubang atau bahkan terperosok ke dalam lubang itu," ujarnya dikutip dari kompas.com, kemarin.
Selain itu, kecelakaan juga bisa terjadi akibat pengendara menghindari lubang di jalan, yang menyebabkan tabrakan dengan pengendara lainnya. Sebagai informasi, efisiensi anggaran Kementerian Pekerjaan Umum (PU) tahun 2025 berimbas pada tidak adanya jalan nasional yang akan dipreservasi atau dipelihara secara rutin.
Baca Juga:
Ogah Digusur, Rumah Kakek Ini Kini Berdiri Sendiri di Tengah Jalan Tol
Hal ini tertera dalam paparan yang disampaikan oleh Menteri PU Dody Hanggodo dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi V DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (06/02/2025).
Menyusul Instruksi Presiden (Inpres) Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2025, anggaran Kementerian PU dipangkas sebesar Rp 81,38 triliun.
Dengan adanya efisiensi itu, sisa anggaran Kementerian PU tahun 2025 hanya sebesar Rp 29,57 triliun.
"Menindaklanjuti efisiensi anggaran tahun 2025, kami telah melakukan beberapa pembatalan kegiatan fisik dan pembanguan infrastruktur dan kegiatan yang tidak prioritas," ujar Dody.
Sementara khusus Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Marga, besaran anggaran yang dipangkas mencapai Rp 24,83 triliun. Ini mencakup peniadaan pembangunan jalan sepanjang 57 kilometer serta peningkatan kapasitas dan preservasi peningkatan 1.102 kilometer jalan, dan preservasi rutin jalan sepanjang 47.603 kilometer serta jembatan 563.402 meter.
Kendati demikian, Dody mengatakan bahwa akan mengusahakan mendapatkan anggaran tambahan.
"Setelah itu saya berdasarkan persetujuan, saya menghadap lagi ke Kementerian Keuangan, tolong dibuka anggaran kami, nanti baru kita mikirin lagi untuk preservasi," ungkap Dody.
Sementara itu, sebagaimana tertera dalam Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, penyelenggara jalan dalam hal ini pemerintah pusat maupun pemerintah daerah bisa dikenai denda apabila tidak melakukan perbaikan terhadap jalan rusak.
Dalam Pasal 273 ayat (1) dijelaskan bahwa setiap penyelenggara jalan yang tidak dengan segera memperbaiki jalan rusak yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas, sehingga menimbulkan korban luka ringan dan/atau kerusakan kendaraan dan/atau barang, bisa dipidana dengan penjara paling lama enam bulan atau denda paling banyak Rp 12 juta.
Kemudian dalam Pasal 273 ayat (2) dijelaskan bahwa apabila kecelakaan akibat jalan rusak mengakibatkan luka berat, pelaku atau penyelenggara jalan dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp 24 juta.
Selanjutya dalam Pasal 273 ayat (3) dijelaskan bahwa apabila kecelakaan akibat jalan rusak mengakibatkan orang lain meninggal dunia, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp 120 juta.
Lalu dalam Pasal 273 ayat (4) dijelaskan bahwa penyelenggara jalan yang tidak memberi tanda atau rambu pada jalan yang rusak dan belum diperbaiki, bisa dipidana dengan pidana penjara paling lama enam bulan atau denda paling banyak Rp 1,5 juta.
[Redaktur: Sobar Bahtiar]