WahanaNews.co, Jakarta - Dugaan pemarkiran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Simalungun semakin menguat setelah Lutfi, Direktur Fasilitas Keuangan dan Aset Pemerintahan Desa, Kementerian Dalam Negeri, menyoroti kebijakan pemerintah Kabupaten Simalungun terkait pembayaran Penghasilan Tetap (Siltap).
Lutfi menepis pernyataan Frans Novendi Saragih, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Kabupaten Simalungun yang menyampaikan bahwa Pemerintah Kabupaten Simalungun telah menetapkan kebijakan pembayaran Siltap akan dilakukan bagi desa-desa yang mencapai penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di atas 70%.
Baca Juga:
Bupati Untung Tamsil: Kinerja Baik, TPP Dibayarkan Sesuai Kemampuan Keuangan Daerah
"Capaian penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan tidak dapat digunakan sebagai indikator dalam Pemberian Siltap kepada Kepala Desa dan Perangkat Desa," tegas Lutfi kepada WahanaNews.co, Rabu (13/12/2023).
"Kepala Desa dan Perangkat Desa berhak mendapatkan Siltap yang diberikan setiap bulan, bersumber dari ADD yang merupakan paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus," sambungnya.
Lutfi juga mengeluarkan pernyataan yang menyoroti ketentuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, khususnya Pasal 72 ayat (4) dan (6). Pernyataan tersebut memberikan penekanan pada alokasi Dana Desa, yang diatur untuk tidak kurang dari 10% dari dana perimbangan yang diterima oleh Kabupaten/Kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus.
Baca Juga:
Pemkab Sigi Ajak Penyuluh Pertanian Tingkatkan Kapasitas di Lapangan
Menurut Lutfi, bagi Kabupaten/Kota yang tidak memberikan alokasi Dana Desa seperti yang diatur, Pemerintah berhak melakukan penundaan dan/atau pemotongan sebesar alokasi dana perimbangan setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus yang seharusnya disalurkan ke Desa.
Pernyataan tersebut juga mencermati Pasal 96 ayat (3) dalam Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Pasal tersebut menjelaskan bahwa Alokasi Dana Desa dibagi kepada setiap Desa dengan mempertimbangkan kebutuhan penghasilan tetap Kepala Desa dan perangkat Desa, serta faktor-faktor seperti jumlah penduduk Desa, angka kemiskinan Desa, luas wilayah Desa, dan tingkat kesulitan geografis.
Lebih lanjut, Lutfi menyoroti Pasal 81 ayat (1) dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Pasal tersebut mengatur bahwa Penghasilan tetap diberikan kepada Kepala Desa, sekretaris Desa, dan Perangkat Desa lainnya, yang dianggarkan dalam APB Desa dan bersumber dari Alokasi Dana Desa.
Dengan merujuk pada ketiga peraturan di atas, Lutfi menyampaikan bahwa Kepala Desa dan Perangkat Desa berhak mendapatkan Siltap yang diberikan setiap bulan, bersumber dari Alokasi Dana Desa yang paling sedikit 10% dari dana perimbangan Kabupaten/Kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus.
Duagaan pemarkiran APBD Kabupaten Simalungun ini semakin kuat dikatenakan hingga saat ini, sekitar 200 an desa terhitung sejak bulan Agustus (kurang lebih 5 bulan) belum menerima Siltap. Hal itu disampaikan oleh salah satu kepala desa di Kabupaten Simalungun.
"Luar biasa Bupati Simalungun, baru ini kami mau gajian, sudah diarahkan Kepala Badan pengelola Keuangan dan Aset untuk mengajukan pencairan gaji. Tetapi hanya untuk bulan Agustus 2023, untuk bulan September, bulan Oktober, bulan November belum di berikan," ujar Tumpal H. Sitorus Kepala Desa Rambung Merah kepada WahanaNews.co, Rabu (13/12/2023).
Sebelumnya dugaan pemarkiran APBD Simalungun telah dikonfirmasi langsung kepada Frans Novendi Saragih, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Kabupaten Simalungun. Ia membantah adanya dana APBD diparkirkan yang berpotensi memperoleh keuntungan suku bunga deposito dan suku bunga inflasi.
"Nggak, nggak ada itu, kupastikan gak ada. Bukan hanya selaku kepala BPKP aku memastikan itu tetapi aku juga punya jabatan sebagai pejabat pengelola keuangan daerah PPKD namanya. Kupastikan gak ada itu, gak benar," ujar Frans.
Atas dasar sorotan Lutfi pemerintah Kabupaten Simalungun telah membuat kebijakan yang tidak sesuai dengan Undang Undang dan peraturan yang berlaku. Sehingga, dugaan pemarkiran APBD ini akan segera di konfirmasi ke pihak Badan Pengawas Keauangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Sumatera Utara, untuk mengetahui pergerakan arus kas di rekening pemerintah Kabupaten Simalungun.
Kronologi
Diberitakan sebelumnya, pembayaran Siltap di Kabupaten Simalungun masih menyisahkan persoalan, belum adanya kejelasan mengenai hak - hak kepala desa dan Perangkat desa. Dalam hal ini, Pemkab Simalungun diduga tabrak regulasi dengan dalih peningkatan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
"Regulasi yang ditabrak adalah Undang -Undang no 6 tahun 2014, tentang Desa. Bahwa siltap atau honor (gaji) harus dibayar setiap bulannya, lalu instruksi Mendagri tentang Siltap harus dibayar setiap bulan nya. Begitu juga dengan peraturan Bupati Simalungun tentang siltap, juga harus dibayarkan setiap bulannya," hal ini diungkapkan oleh pangulu yang tak mau disebut kan namanya.
Saat berbincang - bincang dengan WahanaNews.co, beberapa Pangulu yang datang dari Kecamatan Pematang Bandar, Kecamatan Ujung Padang, Kecamatan Siantar, Kecamatan Bosar Maligas, Kecamatan Bandar Masilam, dan Kecamatan Bandar Huluan menyampaikan agar jangan dipublikasikan nama dan nagori nya.
"Tapi kami minta tolong ya pak, nama dan nagori kami, tolong jangan disebutkan. Sebab kami tidak ingin nantinya mendapat tekanan dari pihak Pemoab Simalungun," tutur mereka.
"Kami menyampaikan kekecewaan yang sangat besar dan mendalam kepada Pemkab Simalungun. Dimana menahan Siltap atau honor (gaji) dan TPP dengan dalih peningkatan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) itu telah menabrak regulasi yakni Undang -Undang no 6 tahun 2014, tentang Desa. Bahwa siltap atau honor (gaji) harus dibayar setiap bulannya, lalu instruksi Mendagri tentang Siltap harus dibayar setiap bulan nya. Begitu juga dengan peraturan Bupati Simalungun tentang siltap, juga harus dibayarkan setiap bulannya," ucap mereka lagi.
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Kabupaten Simalungun, Frans Novendi Saragih SSTP MSi mengatakan berkenaan dengan honor (siltap) pangulu dan perangkat nagori (perangkat desa) sebagahian diantaranya ada 170 nagori, yang capaian penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) nya sudah mencapai 70 % itu sudah dicairkan honornya (siltap nya), dan ada 70 nagori sudah mencapai 80 %, itu juga sudah dibayarkan honor mereka.
"Untuk membayar honor (siltap) pangulu dan perangkat nagori inikan murni dari penerimaan uang pajak yang Pemkab Simalungun terima," ungkapnya kepada WahanaNews.co saat ditemui di kantornya, Senin (4/12/2023).
Ket foto: Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Kabupaten Simalungun, Frans Novendi Saragih. [WahanaNews.co/ Taman H Silalahi]
Sambung Frans menjelaskan, gaji pangulu ini ada berbagai sumber, ada alokasi dana DAU, alokasi dana DBH, lokasi PAD, dia Mix. Tentunya ada yang terhambat disini akan menghambat yang lain, jadi pihaknya megambil semacam kebijakan dan sebenarnya bukan aturan.
"Kebijakannya bagaimana potensi khususnya PBB, karena itu PAD yang notabene sudah kita serahkan ketetapan ke mereka dan tugas ke mereka untuk menagih dari masyarakat dengan salah satu dari pangulu akan membagikan ini ke per Kepling atau gamot," ungkap Frans
Terang Frans, satu satunya kebijakan yang diambil ini ya mungkin tidak populis dan diakuinya memang tidak populis.
"Namanya juga gaji, tapi ini kita coba untuk mendongkrak. Sehingga kita ambillah, misalnya 70% kita bayarkan untuk 1 bulan, 80% kita bayarkan untuk 2 bulan, kemudian 85%. Nah ternyata efektif. Saat ini PBB kita itu sudah berada di angka 33 Milliar, nah artinya ada capaian dengan begitunya," terang Frans
Jelasnya, kalau dibilang misalnya belum terbayar ke semua!, enggak semua udah terbayar, bagi yang sudah mencapai persentase tertentu yang sudah disepakati melalui camat.
"Nah tinggal camat yang menerjemahkanya kepada pangulu kita. Yah begitu dia. Kukira kalau tiga per empat udah rata sampai bulan 9, bahkan yang sampai bulan 10 ada," jelas Frans
"Hampir berjumlah seratusan itu yang digaji sampai bulan 9, Jadi yang belum dibayar itu adalah yang belum mencapai sesuai kesepakatan," lanjut Frans lagi.
Penggajiannya pangulu ini lanjut Frans dari APBD tapi Sumber dana nya ada alokasi. Gaji dan tunjangan, misalnya kan pangulu itu sekitar 3 juta atau 2 juta cuma ada tunjangan makanya sampai 5 juta sekian.
"Ini alokasi nya, ada 3 Sumber dananya.
Ada alokasi dana umum, ada dana bagi hasil, ada PAD. Jadi ini di Mix nya ini," kata Frans.
Masih Frans menyampaikan, satu tahun itu lebih kurang 120 M untuk kebutuhan itu. Untuk gaji itu semua. Kalau salah satu dari sumber dana ini ada yang macet, tentunya mengganggu.
"Karena kebijakannya nggak populis memang, dan itu tidak berlaku hanya untuk perangkat. Perangkat di kecamatan juga, tambahan penghasilannya kita tahan. TPP nya itu gak kita kasih juga. Alasannya Sama karena sumbernya murni dari PAD," jelas Frans.
"Jadi kebijakan yang kita ambil. Mudah mudahan seminggu dua Minggu ini kedepan, tuntas lah ini sebelum kebutuhan Natal dan tahun Baru pasti kita bayar. Namun hanya saja tadi kita harapkan jangan lah. Bukan hanya kepala PPKBD, tetapi saya juga pejabat pengelola keuangan daerah memastikan tidak ada kepentingan lain yang menyebabkan hal ini," ucap Frans lagi dan menepis isu miring.
Lebih lanjut dikatakannya, bila pemasukkan uang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) daripada pangulu dan perangkat nagori ke kas Pemkab Simalungun tidak ada atau minus, lalu mau diambil uang darimana untuk membayar honor.
"Ini juga berlaku bukan hanya untuk pangulu dan perangkat, tetapi juga untuk pemerintah Kecamatan nya juga diperlakukan, sedemikian kita tahan hak mereka juga. Intinya, agar dalam melaksanakan pengutipan pajak tersebut mereka semua punya tanggungjawab penuh di nagori dan kecamatan masing - masing," beber Frans.
"Sebagai contoh, disetiap nagori itu di rata - rata kan Pemkab Simalungun harus mengeluarkan uang sebanyak Rp25 juta setiap bulannya, yang meliputi honor pangulu, kaur, gamot dan maujana, makanya dalam hal ini bila pemasukkan dari sektor Pajak Bumi dan Bangunan tidak sesuai, lalu uang darimana yang kita gunakan untuk membayar honor mereka," jelasnya lagi.
Oleh karena itu, diterangkan Frans, dibuat acuan ini, semua mata -mata untuk meningkatkan kinerja atau kualitas kerja para pangulu dan gamot.
Misalkan, di satu nagori SPPT PBB nya 2000 lembar, sedangkan jumlah gamotnya sampai 9 gamot, hitung - hitungnya 2000 lembar SPPT PBB dibagi 9 gamot, maka satu orang gamot berkewajiban nagih pajak sebanyak 222 lembar wajib pajak dan bila ini dikerjakan sejak bulan juni maka ada waktu selama 6 bulan pengutipan PBB nya, masak selama 6 bulan gak tuntas atau tidak bisa mencapai 80%, ini tentunya harus dievaluasi kan bang, kinerja pangulu dan gamot - gamotnya," tegasnya
Ditegaskannya lagi, berdasarkan pengalaman tahun - tahun sebelumnya, apabila persoalan tagihan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) lost atau gagal tagih pada tahun anggaran berjalan, maka tidak akan lagi dikutip oleh para pangulu dan gamot pada tahun berikutnya.
"Justru bila setiap tahun anggaran terjadi seperti itu maka uang darimana yang kita gunakan untuk membayar honor mereka semua, inilah yang seharusnya mereka para pangulu dan gamot sadari bahwa honor yang mereka terima setiap bulan yang besaran nya sekian itu seharusnya dapat meningkatkan kuwalitas kerja para pangulu dan gamot - gamotnya," tutupnya.
[Redaktur : Amanda Zubehor]