WahanaNews.co | Kementerian Keuangan (Kemenkeu) segera meluncurkan tax amnesty jilid 2. Yaitu sebuah aplikasi untuk pelaporan harta dalam program pengungkapan sukarela (PPS).
Peluncuran aplikasi guna memperkecil interaksi antar wajib pajak dengan pegawai pajak saat pandemi Covid-19.
Baca Juga:
Bea Cukai Tindak 31.275 Perdagangan Ilegal di 2024, Menkeu: Potensi Kerugian Negara Rp3,9 Triliun
"Karena pelaksanaan implementasi akan kami lakukan secara online digital, kami siapkan aplikasi yang akan digunakan oleh WP dalam melaksanakan PPS dilakukan," kata Dirjen Pajak, Suryo Utomo, dalam konferensi pers APBN Kita, Selasa (21/12/2021).
Suryo menuturkan, pihaknya sudah melakukan serangkaian tes pada aplikasi tersebut, termasuk new user acceptance test pada bulan ini. Tujuannya agar aplikasi lebih siap digunakan oleh peserta tax amnesty saat meluncur nanti.
"Beberapa tes lain (kami lakukan) sebelum betul-betul go live untuk aplikasi bisa dimanfaatkan oleh WP. Rencananya akhir tahun ini kami akan deploy aplikasi tersebut untuk dimanfaatkan," sebut Suryo.
Baca Juga:
Wamenkeu Suahasil: Sektor Keuangan Jadi Game Changer Pembangunan Indonesia
Lebih lanjut dia menjelaskan, penyiapan aplikasi berbarengan dengan penyusunan regulasi payung hukum tax amnesty, yakni Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
Suryo bilang, penyusunan PMK sudah dalam tahap finalisasi mengingat program terlaksana mulai 1 Januari 2022.
"Proses penyusunan PMK sedang dalam penyelesaian, Insyaallah kalau sudah diundangkan segera kami sampaikan kepada masyarakat secara umum melalui sosialisasi yang akan kami lakukan," beber Suryo.
Berikut ini dua kebijakan PPS tahun depan:
Kebijakan I
Peserta program pengampunan pajak tahun 2016 untuk orang pribadi dan badan dapat mengungkapkan harta bersih yang belum dilaporkan pada saat program pengampunan pajak, dengan membayar PPh Final sebesar:
a. 11 persen untuk harta di luar negeri yang tidak direpatriasi ke dalam negeri.
b. 8 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri.
c. 6 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri,
yang diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) dan hilirisasi SDA dan energi terbarukan.
Kebijakan II
Wajib pajak orang pribadi peserta program pengampunan pajak maupun non peserta dapat mengungkapkan harta bersih yang berasal dari penghasilan tahun 2016 sampai tahun 2020, namun belum dilaporkan pada SPT tahun 2020, membayar PPh final sebagai berikut.
a. 18 persen untuk harta di luar negeri yang tidak direpatriasi ke dalam negeri.
b. 14 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri.
c. 12 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri,
yang diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) dan hilirisasi SDA dan energi terbarukan. [bay]