WahanaNews.co | Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Bambang Soesatyo mendukung penolakan perpanjangan kontrak karya perusahaan pertambangan nikel menjadi izin usaha pertambahan khusus (IUPK) dari PT Vale Indonesia.
Penolakan ini salah satunya datang dari Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Andi Sudirman Sulaiman.
Baca Juga:
MPR Cabut Nama Soeharto dari TAP MPR Nomor 11 Tahun 1998
Diketahui, kontrak PT Vale Indonesia berakhir pada Desember 2025 mendatang. Izin eksploitasi pertambangannya berlangsung pada 1968, namun perusahaan ini dinilai tak banyak berkontribusi bagi kesejahteraan masyarakat setempat.
Bahkan, eksploitasi sumber daya alam ini disebut menyisakan kondisi memilukan karena meninggalkan kemiskinan ekstrem khususnya di Luwu, Sulsel.
"Sudah saatnya lahan tambang nikel di Blok Sorowako, Luwu Timur, yang selama ini digarap PT Vale Indonesia dialihkan pengelolaannya ke Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Provinsi dan Kabupaten. Lahan kontrak karya yang tidak diperpanjang wajib menjadi milik pemerintah provinsi untuk mengatasi kemiskinan ekstrem di wilayah tersebut," ujar Bamsoet dalam keterangannya, Minggu (13/11/2022).
Baca Juga:
Terima Ketum dan Pengurus PWI Pusat, Ketua MPR Dorong Peningkatan Kompetensi dan Profesionalitas Wartawan
"Terlebih, tidak hanya Gubernur Sulsel yang menolak perpanjangan kontrak karya PT Vale Indonesia, Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi dan Gubernur Sulawesi Tengah Rusdy Mastura juga menyatakan penolakan serupa," tambahnya.
Ia merinci berdasarkan hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) Sulsel per Maret 2022, ada lima daerah paling miskin di Sulsel. Kelima daerah tersebut antara lain Kabupaten Jeneponto dengan persentase 14,28 persen, Pangkep 14,28 persen, Luwu Utara dengan persentase 13,59 persen, Luwu 12,52 persen, dan Enrekang 12,47 persen.
Bamsoet menegaskan perpanjangan kontrak karya ini ditolak karena sepanjang PT Vale Indonesia beroperasi di Sulawesi, masih minim kontribusi dalam lingkungan hidup, pendapatan daerah, dan lainnya.
PT Vale Indonesia dinilai kurang optimal dalam memberikan pemasukan daerah kepada Pemprov Sulsel, yaitu hanya sekitar 1,98 persen dari pendapatan atau dalam setahun hanya mencapai Rp 200 miliar.
"Menurut Gubernur Sulsel selama beroperasi di Sulsel, PT Vale Indonesia juga belum pernah menempatkan warga Sulsel menjadi top level management di perusahaan pertambangan nikel tersebut. Selain itu, perusahaan daerah (Perusda) wilayah Sulsel juga tidak boleh melakukan penjualan bahan bakar minyak jenis solar untuk aktivitas pertambangan Vale tersebut," terang Bamsoet.
Lebih lanjut, Bamsoet menerangkan Sulsel memiliki kekayaan sumber daya alam yang seharusnya dapat dinikmati langsung oleh masyarakat setempat. Ia menilai jika konsesi lahan PT Vale Indonesia dapat dikelola oleh BUMD, nantinya bisa digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Apalagi, ia menyebut masih ada lima daerah yang masuk dalam kategori kemiskinan ekstrem di wilayah Sulsel.
Yakni, satu desa di kawasan Ajatappareng (Enrekang, Sidrap, Parepare, Pinrang, Barru), dua desa di wilayah Luwu Raya (Luwu Utara, Luwu Timur, Kota Palopo), satu desa di wilayah Bosowasi (Bone-Soppeng-Wajo-Sinjai dan satu desa di wilayah selatan Sulsel (Kepulauan Selayar, Bulukumba, Bantaeng, Jeneponto).
"Pemprov Sulsel harus bekerja keras agar target Presiden Jokowi mewujudkan angka kategori kemiskinan ekstrem di Indonesia nol persen pada tahun 2024 dapat tercapai," pungkas Bamsoet. [ast]