WahanaNews.co, Jakarta - Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah memulai diskusi khusus mengenai revisi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN). Beberapa pasal dalam undang-undang tersebut akan mengalami perubahan.
Suharso Monoarfa, Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), yang mewakili pemerintah dalam rapat tersebut, menjelaskan bahwa revisi ini mencakup sembilan aspek.
Baca Juga:
Destinasi Hits Terbaru Indonesia, 5.000 Wisatawan Serbu IKN Setiap Hari
"Yang pertama adalah kewenangan khusus, kemudian masalah pertanahan, pengelolaan keuangan, pengisian jabatan di otoritas, penyelenggaraan perumahan, batas wilayah, tata ruang, hubungan dengan DPR, dan jaminan kelangsungan," ujar Suharso dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR pada Senin (21/8/2023).
Mengenai kewenangan khusus Otoritas Ibu Kota Negara (OIKN), perubahan dilakukan untuk memperkuat posisi otoritas dalam pelaksanaan kegiatan 4P, yakni persiapan, pembangunan, pemindahan, dan penyelenggaraan pemerintahan.
Ini termasuk pengaturan agar otoritas menerapkan norma, standar prosedur, dan kriteria yang berbeda, terutama di wilayah IKN, untuk menghindari konflik dengan undang-undang sektoral dan untuk menghindari kebingungan dalam pemberian kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Baca Juga:
Prabowo Lantik Basuki Hadimuljono sebagai Kepala OIKN
Suharso menegaskan, ada risiko-risiko tertentu jika perubahan aturan ini tidak dilakukan, termasuk kemungkinan terjadi benturan dengan undang-undang sektoral yang dapat memengaruhi pengambilan keputusan, potensi konflik kewenangan yang mempersulit OIKN, kelambanan dan ketidakefisienan operasional OIKN, serta kesulitan masyarakat dalam memperoleh layanan izin dan layanan publik.
Sementara itu, dalam hal perubahan aturan pertanahan, Suharso menjelaskan bahwa tujuan utamanya adalah untuk mengoptimalkan pengelolaan lahan, terutama lahan yang digunakan untuk kepentingan investasi yang semestinya berada di bawah pengawasan otoritas.
Tujuannya juga mencakup penciptaan kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat dalam konteks pembangunan IKN, serta penyesuaian ukuran jangka waktu dan hak atas tanah yang berbeda di IKN untuk menarik minat investasi.
Suharso menilai bahwa jika tidak ada perubahan aturan, risiko-risiko yang dapat muncul meliputi ketidakmampuan otoritas dalam mengelola lahan dengan efektif dan optimal, yang pada gilirannya akan mempengaruhi minat dan kepercayaan investor.
Tanpa pengendalian aset dalam penguasaan menjadi barang milik otorita, OIKN dan badan usaha milik otorita juga akan sulit kerja efisien mengelola aset di wilayahnya.
Kepemilikan maupun penguasaan tanah pribadi oleh masyarakat juga akan tidak diakui di wilayah IKN, serta investor yang minat di IKN tidak dapat terjaring sebanyak yang diharapkan
Untuk perubahan pengelolaan keuangan dalam hal anggaran yang diatur dalam pasal 24B harus diubah karena kedudukan OIKN sebagai pengguna barang dan anggaran menyebabkan tidak leluasa mengelola barang dan pembiayaan sehingga perubahan diperlukan untuk memberi kewenangan OIKN sebagai pengelola anggaran dalam kedudukannya sebagai pemerintah daerah khusus.
Terkait perubahan pengelolaan keuangan dalam hal pengelolaan barang juga diubah untuk memberi kewenangan OIKN sebagai pengelola barang dalam kedudukannya sebagai pemda khusus.
Sementara itu, terkait dengan pembiayaan diperlukan pengalihan kedudukan otorita dari pengguna menjadi pengelola anggaran barang agar otorita lebih mandiri serta memperoleh pembiayaan bagi kegiatan 4P secara mandiri.
Peralihan dari pengguna menjadi pengelola anggaran dan barang dilakukan dalam masa transisi ketika OIKN mulai bertindak menjadi pemdasus pengelolaan keuangannya tidak langsung menjadi pengelola keuangan pemdasus maka transisi tersebut menjadi rangka untuk menilai OIKN mengelola keuangan pemdasus.
"Risikonya jika tidak diubah OIKN tidak leluasa mengelola keuangannya sendiri sebagai pemdasus karena masih berkedudukan pengguna anggaran barang dan belum diatur peran pengelolaan keuangannya sebagai pemdasus.
OIKN juga tidak memiliki kemampuan pembiayaan sehingga tidak bisa investasi langsung termasuk untuk dirikan badan usaha sendiri," tegasnya.
Untuk pengubahan pengaturan pengisian jabatan pimpinan tinggi pratama OIKN sebagaimana diatur dalam Pasal 42 dilatar belakangi perlunya kombinasi antara ASN dan profesional non birokrat untuk melaksanakn 4P.
Kalangan ASN dianggap lebih punya kapasitas perencanaan dan birokrasi sedangkan non pns dapat memberikan kontribusi berdasarkan pengalaman teknis dalam kegiatan project development.
"Jika tidak diubah risiko yaitu otorita akan kesulitan dalam melakukan percepatan sesuai target yang telah ditetapkan dalam UU dengan dukungan talenta yang punya kualifikasi khusus di lapangan serta kesulitan dalam absorbsi dan implementasi perkembangan teknologi," ucap Suharso.
Pengaturan baru tentang delineasi wilayah area pemukiman yang terpotong, sebagaimana untuk perubahan pasal 6 UU IKN, menurut Suharso juga didasari atas kepentingan untuk mengeluarkan seluruh area Pulau Balang dari IKN dan menjadikan pengelolaan dengan area teluk Balikpapan.
Area pemukiman pun akan dikeluarkan seluruhnya dari wilayah IKN demi menghindari konflik sosial akibat pengelolaan terpisah dalam satu area serta dalam rangka memastikan adanya administrasi pelayanan dasar bagi masyarakat dari pemda induknya.
Revisi batas wilayah ini berdampak pada perubahan luas wilayah. Tanpa perubahan ini, area Pulau Balang akan dikelola oleh dua administrasi yang memiliki wewenang yang berbeda, yang akan menghambat perencanaan yang terintegrasi dan mengancam kelangsungan habitat satwa seperti pesut mahakam.
Selanjutnya, layanan administrasi kependudukan bisa berbeda di daerah pemukiman yang sama, sehingga mungkin memunculkan rasa tidak puas. OIKN juga akan menghadapi kesulitan dalam mengatur hak-hak tanah masyarakat lokal, pengelolaan administrasi kependudukan, layanan dasar, tata ruang, dan batas wilayah.
Perubahan aturan terkait perumahan dipicu oleh peran OIKN dalam rangka 4P, yaitu persiapan, pembangunan, pemindahan, dan penyelenggaraan pemerintahan. Otoritas harus bertanggung jawab dan berwenang dalam pembangunan rumah di IKN.
Untuk kebutuhan perumahan, diperlukan aturan khusus, di mana pelaku usaha yang memiliki kewajiban untuk menyediakan perumahan seimbang di tempat lain dan belum terealisasi, dapat memenuhi kewajiban tersebut di IKN.
"Pelaku usaha yang memiliki kewajiban menyediakan perumahan seimbang di wilayah IKN akan melaksanakannya sesuai dengan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) IKN, dan otoritas dapat mengajukan penggunaan dana konversi perumahan seimbang untuk pembangunan perumahan di IKN," ungkapnya.
Jika ketentuan ini tidak diubah otorita menurutnya akan sulit mengatur tata kota yang rapi dan nyaman bagi masyarakat yang tinggal di IKN, dan otorita tidak dapat memenuhi kewajiban hunian berimbang oleh pelaku usaha yang lokasinya tidak di hamparan yang sama, serta OIKN dapat dianggap tidak dapat memberi jaminan terkait kepemilikan rumah dengan status hak milik.
Untuk ketentuan tata ruang yang akan diubah karena dalam aturan sebelumnya setiap tanah di IKN wajib difungsikan sesuai ketentuan penataan ruang, perlu ketentuan tentang konsekuensi terhadap penggunaan tanah yang tidak sesuai penataan ruang berupa relokasi atau konsolidasi tanah.
"Bila ketentuan sekarang tidak diubah OIKN akan sulit relokasi dan konsolidasi secara leluasa karena harus tetap ikuti UU tata ruang yang ada. Otoritas juga akan kesulitan tinjau ulang pendanaan dan payung hukum untuk kepastian petugas melaksanakan fungsinya, dan OIKN akan sulit kendalikan pemanfaatan ruang untuk jaga konsistensi visi misi IKN," tegasnya.
Untuk pengubahan ketentuan mitra kerja otorita di DPR latar belakangnya karena didasarkan pada menjelang 4P peran OIKN sebagai pemdasus akan lebih banyak terkait dengan kebijakan dan program-program di IKN, tapi belum ada penegasan pengaturan, pengawasan, pemantauan, dan peninjauan terhadap pelaksanaan pemdasus di IKN
"Perlu ada keterlibatan DPR sebagai representasi masyarakat untuk memastikan pengawasan penyelenggaraan 4P oleh pemerintah. Risikonya jika tidak diubah akan ada beda pendapat antar komisi di DPR," tegas Suharso.
Akhirnya, perubahan dalam aturan yang berkaitan dengan jaminan kelangsungan ini dilakukan dengan tujuan memberikan keyakinan kepada para investor bahwa upaya pembangunan dan perpindahan IKN akan terus dilaksanakan hingga mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Prinsip ini tercermin dalam Pasal 24.
Suharso menjelaskan, risikonya adalah jika peraturan yang berlaku saat ini tidak mengalami perubahan, mengingat bahwa pembangunan dan perpindahan IKN akan berlangsung hingga tujuan pemindahan tercapai, maka tanpa jaminan kelangsungan, ada potensi penundaan atau bahkan penghentian kegiatan tersebut sewaktu-waktu.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]