"Jika dikalkulasikan berarti Rp60 triliun tersedot hanya untuk honorarium. Karena KPU mengusulkan honor petugas badan ad hoc sesuai upah minimum regional (UMR) di daerah masing-masing," katanya.
Ia mengatakan bahwa honor untuk panitia pemilihan kecamatan (PPK), panitia pemungutan suara (PPS), dan kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) diusulkan dinaikkan sesuai dengan upah minimum regional (UMR) dari daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.
Baca Juga:
Soal Hasil Pilpres 2024: PTUN Jakarta Tak Terima Gugatan PDIP, Ini Alasannya
Guspardi menjelaskan bahwa melonjaknya anggaran Pemilu 2024 yang diusulkan KPU juga untuk pengadaan infrastruktur kantor yang bernilai sekitar Rp3,2 triliun.
"Namun, KPU sebenarnya tidak harus membangun kantor baru, bisa memakai gedung dan/atau gudang yang tidak dipakai pemerintah daerah (pemda) kabupaten/kota dan provinsi," ujarnya.
Menurut dia, mengapa KPU tidak melakukan pendekatan kepada Menteri Dalam Negeri yang merupakan pembina kepala daerah sebagai fasilitator untuk mengomunikasikan kepada kepala daerah agar pengadaan kantor itu bisa dipinjamkan dari kepala daerah.
Baca Juga:
KPU Labura Verifikasi Berkas Calon Bupati dan Wakil Bupati di Rantau Prapat: Pastikan Dokumen Sah
Selain itu, Guspardi mengatakan bahwa pengadaan mobilitas yang jumlahnya sekitar Rp287 miliar tidak sedikit sehingga kenapa juga tidak dimanfaatkan cara lain atau memanfaatkan mobil yang sudah ada.
Ia mengatakan bahwa Komisi II DPR akan segera melakukan konsinyering dengan Pemerintah dan penyelenggara pemilu untuk membahas lebih lanjut mengenai anggaran Pemilu 2024. [rin]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.