“Dalam kurun waktu 30 hingga 40 tahun terakhir, peningkatan suhu berlangsung jauh lebih cepat dibandingkan perubahan iklim yang menyebabkan kepunahan massal di masa purba. Perubahan yang ekstrem ini tidak hanya memicu kejadian cuaca yang tak menentu, tetapi juga berpotensi meningkatkan penyebaran penyakit menular, memperparah kondisi malnutrisi, memicu gangguan kesehatan mental, serta menciptakan krisis pangan dan kekurangan air bersih di berbagai wilayah,” jelasnya lebih lanjut.
Sebagai langkah mitigasi dan adaptasi, BMKG kini bekerja sama dengan sejumlah institusi seperti KORIKA, Kementerian Kesehatan, IMACS, dan Mohamed bin Zayed University of Artificial Intelligence (MBZUAI) untuk mengembangkan sistem peringatan dini berbasis kecerdasan buatan (AI).
Baca Juga:
BMKG: Musim Kemarau 2025 Mundur dan Lebih Pendek, Indonesia Hadapi Anomali Iklim
Salah satu inisiatif unggulannya adalah platform DBDKlim, yang dirancang khusus untuk memprediksi lonjakan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) melalui pendekatan iklim.
Kolaborasi ini menjadi bagian dari strategi nasional dalam merespons tantangan krisis iklim secara cerdas, terukur, dan berbasis teknologi.
BMKG menekankan bahwa tanpa upaya kolektif yang terintegrasi, dampak dari perubahan iklim akan semakin sulit dikendalikan dan mengancam seluruh aspek kehidupan manusia.
Baca Juga:
Kemarau Terlambat, BMKG Ingatkan Petani Hortikultura Waspadai Risiko Kelembapan Tinggi
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.