WAHANANEWS.CO, Jakarta - Pernyataan Ketua Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) Dharma Oratmangun soal kewajiban royalti atas pemutaran suara alam di ruang komersial seperti kafe dan minimarket memicu sorotan publik.
Isu ini bermula ketika banyak pelaku usaha mengganti musik berlisensi dengan rekaman suara burung atau gemericik air untuk menghindari kewajiban membayar royalti.
Baca Juga:
UU Hak Cipta Dinilai Menakutkan, Lagu-lagu Indonesia Ditinggalkan Penyanyi Kafe
Dharma menegaskan bahwa rekaman suara alam tetap merupakan karya cipta yang dilindungi hukum dan wajib dibayar jika digunakan secara komersial.
Ia juga mengkritik keras narasi publik yang seolah menyebut pemutaran suara alam sebagai solusi gratis pengganti musik karena menurutnya hal itu menyesatkan dan melanggar undang-undang.
"Harus bayar dong, itu ada hak pencipta, itu undang-undang, bagaimana kita pakai sebagai menu tapi enggak mau bayar? Jangan bangun narasi mau putar rekaman suara burung, suara alam, seolah-olah itu solusi,” kata Dharma.
Baca Juga:
Vidi Aldiano Digugat Rp 24,5 Miliar, Kuasa Hukum: Kami Kaget, Hubungan Selama Ini Baik
Menurutnya, sebagian pihak menyebarkan narasi keliru seakan LMKN ingin mematikan usaha kafe, padahal banyak yang belum memahami aturan dan belum membayar tapi sudah membuat opini negatif.
Dharma menjelaskan bahwa dalam era digital saat ini, akses terhadap konten audio seperti suara alam memang semakin mudah, namun penghargaan terhadap karya pencipta tidak boleh diabaikan karena sistem royalti juga menopang keberlanjutan industri kreatif.
Nama Dharma Oratmangun sendiri sudah lama dikenal dalam industri musik Indonesia sebagai penyanyi, pencipta lagu, dan produser yang memulai karier profesionalnya usai menjuarai Festival Musik Pop Indonesia.