WahanaNews.co | Letjen TNI Dodik Widjanarko kini resmi tidak lagi menjabat
Komandan Pusat Polisi Militer Angkatan Darat (Danpuspomad).
Saat ini, ia kembali
ke satuan besar Mabes TNI Angkatan Darat, jelang
memasuki masa purna tugas dari kedinasannya sebagai
prajurit TNI AD.
Baca Juga:
Kapuspen TNI Bantah Perwiranya Jadi Beking Tersangka Perundungan Anak SMA di Surabaya
Alumnus Akademi Militer tahun 1985
dari kecabangan Corps Polisi Militer (CPM) yang tegas itu dikenal sebagai
satu-satunya Perwira Tinggi (Pati) TNI dengan pangkat bintang tiga emas yang
menjabat posisi Danpuspomad.
Pria kelahiran Kediri, 58 tahun lalu, itu memiliki
rekam jejak dalam penegakan hukum yang sangat menonjol.
Sebagai jenderal Corps Polisi Militer
(CPM), Letjen Dodik tak pandang bulu dalam menindak tegas sejumlah oknum
prajurit yang berulah merusak nama baik satuan TNI Angkatan Darat.
Baca Juga:
Skandal Judi Online: 4.000 Prajurit TNI Kena Sanksi, Danpuspom Beri Peringatan Keras
Dalam catatan, semenjak dirinya menjabat Danpuspomad tahun 2020 lalu, mantan
Danpuspom Jaya itu telah berhasil mengungkap empat kasus besar pelanggaran
hukum yang melibatkan oknum TNI Angkatan Darat.
Kerennya lagi, dia tidak hanya berhasil
memastikan jajarannya untuk menindak para oknum prajurit TNI AD yang berulah,
tapi juga telah berhasil menunjukkan kepada publik bahwa penerapan hukum
di kalangan militer atau TNI dapat dilakukan secara adil dan transparan.
Sehingga, tak jarang
Letjen TNI Dodik Widjanarko menyampaikan secara langsung dengan terbuka proses
penegakan hukum yang melibatkan oknum TNI AD di berbagai daerah.
Keempat kasus besar yang telah
mencoreng marwah dan nama baik Korps TNI Angkatan Darat itu adalah:
Pertama, kasus
penyerangan Mapolsek Ciracas, Jakarta Timur.
Penyerangan yang disertai dengan
pengerusakan Mapolsek Ciracas itu terjadi pada tanggal 29 Agustus 2020 lalu.
Kasus itu berawal dari adanya
informasi bohong atau hoaks yang sengaja disebarkan oleh salah satu oknum
prajurit TNI AD dengan inisial Prada MI kepada rekan-rekan prajurit lainnya.
Prada MI mengaku telah menjadi korban
pengeroyokan, sehingga harus dirawat di rumah
sakit.
Padahal, Prada MI masuk rumah sakit
karena kecelakaan tunggal ketika mengendarai sepeda motor dalam keadaan mabuk
minuman keras.
Dari informasi bohong yang disebarkan
oleh Prada MI itu, ratusan prajurit TNI AD langsung menyerang Mapolsek Ciracas
dan melakukan pengerusakan terhadap sejumlah fasilitas Polsek.
Dalam kasus itu, Letjen TNI Dodik
mengungkapkan, pihaknya telah menetapkan 67 orang oknum prajurit TNI AD dari
berbagai satuan sebagai tersangka.
Kedua, kasus penyerangan Mapolres Buton Utara (Butur), Kantor Satlantas
Butur, dan Polsek Kulisusu, Butur, Kendari, yang
terjadi pada tanggal 23 Oktober 2020 lalu.
Penyerangan yang melukai dua orang
personel Kepolisian bernama Bripka Pendi dan Bripka Ahmad Efendi itu langsung
ditindaklanjuti oleh Letjen TNI Dodik dengan memerintahkan Denpom XIV/Kendari
untuk melakukan penyelidikan.
Dalam kasus itu, Denpom XIV/Kendari
pun telah menetapkan 15 orang oknum TNI AD yang berasal dari Kodim 1429/Buton
Utara sebagai tersangka serta dilakukan penahanan.
Ketiga, kasus
penghilangan dua orang warga Distrik Sugapa, Kabupaten Intan
Jaya, Papua, yang bernama Luther Zanambani dan Apinus Zanambani, pada tanggal 21 April 2020 lalu.
Kasus dua orang warga Papua itu sempat
menjadi sorotan dari Komnas HAM dan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang
dibentuk oleh Menkopolhukam Mahfud MD.
Dalam perjalanannya,
Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa telah
memerintahkan kepada Letjen Dodik Widjanarko untuk melakukan penyelidikan terkait dengan kasus tersebut.
Dan hasil penyelidikan pun telah diungkap
oleh tim pencari fakta Mabes TNI AD yang melibatkan jajaran Puspomad.
Hasil penyelidikan anak buah Letjen
TNI Dodik menunjukkan, bahwa dua orang warga Sugapa yang diduga terkait dengan
kelompok bersenjata Papua atau OPM itu sebelumnya telah ditahan oleh anggota
TNI AD di ruang tahanan Koramil 1705-11/Sugapa Kodim Paniai.
Letjen Dodik mengungkapkan, selama di
dalam ruang tahanan, dua orang warga Papua itu telah
diinterogasi tentang keterlibatannya dengan jaringan OPM.
Namun, Puspomad menemukan bahwa telah
terjadi tindakan yang berlebihan di luar kepatutan pada saat melakukan
interogasi, yang menyebabkan salah satu dari tahanan itu, Apinus Zanambani, meninggal dunia di ruang tahanan.
Ketika Apinus diketahui meninggal
dunia, maka sejumlah prajurit TNI AD itu kemudian bermaksud membawa jenazah
Apinus, juga Luther Zanambani yang saat itu masih
dalam keadaan hidup, ke Kotis Yonif Para Raider 433/JS
Kostrad dengan menggunakan sebuah truk umum bernomer polisi B-9745-PDD.
Namun, di tengah perjalanan, Luther Zanambani diketahui meninggal dunia sebelum tiba di Kotis
Yonif PR 433/JS.
Parahnya lagi, ketika dua orang
tahanan itu meninggal dunia, sejumlah oknum prajurit TNI AD tersebut bermaksud untuk menghilangkan jejak kedua mayat tadi.
Mereka kemudian membakarnya dan abu
jenazahnya dibuang ke Sungai Julai, Distrik Sugapa.
Atas kejadian tersebut, Polisi Militer
Angkatan Darat telah menetapkan 9 orang oknum prajurit TNI AD sebagai tersangka
kasus penghilangan dua warga Papua tersebut.
"Berdasarkan pemeriksaan para
saksi dan alat bukti, maka penyidik menyimpulkan dan menetapkan sembilan orang
sebagai tersangka, yaitu dua orang personel Kodim 1705/Paniai atas nama Mayor
Inf ML dan Sertu FTP. Serta tujuh orang personel Yonif PR 433/JS Kostrad mereka
adalah Mayor Inf YAS, Lettu INF JMTS, Serka B, Sertu OSK, Sertu MS, Serda PG,
dan Kopda MAY," kata Letjen TNI Dodik.
Keempat, kasus yang juga
menjadi sorotan publik, yaitu pembakaran Rumah Dinas Kesehatan di Hitadipa,
Papua.
Kasus pembakaran komplek Rumah Dinas
Kesehatan di Hitadipa itu terjadi pada tanggal 19 September 2020 lalu.
Dalam kasus itu, anak buah Letjen TNI
Dodik telah menetapkan 8 oknum TNI AD sebagai tersangka.
Delapan oknum prajurit TNI AD itu
adalah Kapten Inf SA, Letda Inf KT, Serda MFA, Sertu S, Serda ISF, Kopda DP,
Pratu MI, dan Prada MH. [qnt]