WAHANANEWS.CO, Jakarta - Praktik kecurangan dalam impor dan pengolahan bahan bakar minyak (BBM) kembali membuat masyarakat geram.
Mafia minyak diketahui mengoplos Pertalite dan Premium menjadi Pertamax, sehingga rakyat merasa tertipu selama lima tahun terakhir.
Baca Juga:
Skandal Pertamax Oplosan, Kerugian Konsumen Tembus Rp17,4 Triliun
Akibat kongkalikong antara pejabat Pertamina dan pihak swasta, negara mengalami kerugian hampir Rp1.000 triliun. Kejaksaan Agung telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus korupsi minyak mentah ini.
Penyelidikan mengungkap bahwa BBM RON 90 dan 88 dicampur dengan RON 92, lalu dijual sebagai Pertamax. Pertalite tersebut dikirim ke PT Orbit Terminal Merak untuk proses pencampuran.
Kasus pengelolaan BBM ilegal bukan kali pertama terjadi. Polisi telah beberapa kali membongkar praktik serupa di berbagai daerah.
Baca Juga:
Komisi XII DPR Inspeksi Mendadak, Tak Temukan Keganjilan di SPBU Pertamina
Polda Banten Bongkar Kecurangan SPBU
Pada 7 Juni 2022, Dit Reskrimsus Polda Banten mengungkap praktik kecurangan di SPBU Gorda, Kecamatan Kibin, Kabupaten Serang. Pelaku menggunakan remote control untuk mengurangi volume BBM yang diterima konsumen.
Dua tersangka dalam kasus ini adalah manajer SPBU BP (68) dan pemilik usaha FT (61).
Modusnya, remote control dikendalikan dari jarak jauh untuk mengatur panel sirkuit dispenser BBM, sehingga takaran yang ditampilkan berbeda dari jumlah BBM yang seharusnya diterima konsumen.
Kecurangan ini menyebabkan selisih takaran 0,5 hingga 1 liter per 20 liter BBM. Dalam sehari, pelaku bisa meraup keuntungan antara Rp4 juta hingga Rp6 juta.
Aksi ini dilakukan tanpa sepengetahuan petugas keamanan maupun operator SPBU.
Pertalite Dicampur Air di Bekasi
Pada 2024, praktik curang kembali terbongkar di SPBU 34.17106, Jalan Ir H Juanda, Kecamatan Bekasi Selatan, Kota Bekasi. Polisi menetapkan tiga tersangka: NN (31), MA (26), dan EK (52).
Modus operandi mereka adalah mengurangi volume Pertalite yang dikirim ke SPBU dengan menggantinya menggunakan air.
BBM yang seharusnya dikirim ke SPBU di Karawang malah dijual kepada sekuriti SPBU tersebut, lalu tangki mobil diisi ulang dengan air sebelum melanjutkan pengiriman ke Bekasi.
Para tersangka mengaku baru pertama kali melakukan kejahatan ini karena membutuhkan uang untuk membayar utang.
Dengan harga jual Rp7.500 per liter, mereka mendapatkan keuntungan sebesar Rp14 juta dari 1.800 liter BBM yang dijual ilegal.
Kecurangan SPBU di Sukabumi
Pada 2025, Bareskrim Polri mengungkap praktik manipulasi takaran BBM di SPBU 34-43111, Baros, Sukabumi, yang dioperasikan oleh PT Prima Berkah Mandiri (PBM). Kerugian akibat kecurangan ini diperkirakan mencapai Rp1,4 triliun per tahun.
SPBU ini menggunakan alat tambahan berupa Printed Circuit Board (PCB) untuk memanipulasi takaran BBM. PCB disembunyikan di kompartemen pompa, sehingga tidak terdeteksi dalam pemeriksaan metrologi tahunan.
Menurut Menteri Perdagangan Budi Santoso, dalam setiap 20 liter BBM yang dibeli konsumen, terjadi pengurangan sekitar 600 mililiter atau tiga persen.
SPBU ini telah beroperasi sejak 2005 dan menggunakan pompa produksi tahun yang sama untuk berbagai jenis BBM, termasuk Biosolar, Pertalite, dan Pertamax.
pakai Zat Pewarna
Baru-baru ini, sebuah video viral di media sosial menunjukkan praktik curang lain di SPBU. Kasubdit III Dit Tipidter Bareskrim Polri Kombes Feby Hutagalung memperlihatkan bagaimana pelaku mencampurkan serbuk zat pewarna ke dalam tangki Pertamax yang sebenarnya berisi Pertalite.
Pencampuran ini dilakukan agar warna Pertalite menyerupai Pertamax, sehingga konsumen tertipu.
Modus semacam ini menunjukkan bahwa mafia minyak terus berinovasi dalam melakukan kecurangan, meskipun berbagai kasus sebelumnya telah dibongkar pihak berwenang.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]