WAHANANEWS.CO, Jakarta - Fenomena cuaca ekstrem kembali mengintai kawasan timur Indonesia. Di tengah pola cuaca yang terus berubah, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) merilis peringatan dini terkait aktivitas sistem tekanan rendah yang berpotensi berdampak terhadap sejumlah wilayah.
Kali ini, BMKG mengidentifikasi keberadaan Bibit Siklon Tropis 97S yang masih aktif dan terus dipantau intensif oleh tim meteorologi nasional.
Baca Juga:
Waspada! Bibit Siklon Tropis 96S Berpotensi Menguat, BMKG Rilis Peringatan Dini
Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramdhani, menyampaikan bahwa bibit siklon ini pertama kali terdeteksi pada Sabtu, 13 April 2025 pukul 19.00 WIB.
Titik awalnya berada di Laut Arafura, persis di sebelah selatan Kepulauan Aru, Maluku.
“Sejak saat itu, sistem ini menunjukkan pola pusaran angin yang cukup jelas,” ujar Andri, mengutip Kompas, Rabu (23/4/2025).
Baca Juga:
BMKG: Siklon Tropis Courtney dan Dianne Berpotensi Picu Gelombang Tinggi
Dalam pemantauan terbaru yang dilakukan pada Rabu pagi pukul 07.00 WIB, posisi pusat pusaran angin telah berpindah ke arah tenggara Kepulauan Tanimbar, atau berada di sebelah utara wilayah Northern Territory, Australia.
“Selama 24 jam terakhir, arah pergerakannya cenderung ke barat laut, tapi intensitasnya justru menurun,” jelas Andri.
Ia menambahkan bahwa kecepatan angin maksimum yang tercatat hanya sekitar 37 kilometer per jam, dengan tekanan udara meningkat menjadi 1008 hPa.
“Artinya, sistem ini belum menunjukkan tanda-tanda menguat menjadi siklon tropis penuh,” tegasnya.
Dampak Bibit Siklon Tropis 97S di Indonesia
Meski belum tumbuh menjadi siklon tropis aktif, Andri menekankan bahwa sistem ini tetap bisa memberikan dampak terhadap kondisi cuaca di sejumlah wilayah Indonesia timur, terutama di sekitar Laut Arafura.
“Bibit siklon ini memang masih lemah, namun tetap memicu potensi gangguan cuaca, seperti hujan intensitas sedang hingga lebat dan angin kencang,” katanya.
Dijelaskan Andri, pergerakan sistem menunjukkan arah menuju barat laut dan diperkirakan akan berbalik arah ke tenggara.
Kondisi ini memicu peningkatan aktivitas atmosfer yang berdampak pada beberapa wilayah kepulauan.
Wilayah yang disebut-sebut memiliki potensi terdampak paling nyata meliputi:
• Kepulauan Aru
• Tanimbar
• Sermata–Leti
• Wetar
Andri menambahkan bahwa tidak hanya hujan dan angin, sistem ini juga berkontribusi terhadap peningkatan tinggi gelombang laut di Laut Arafura bagian barat.
“Kami memantau gelombang laut dengan ketinggian berkisar antara 1,25 hingga 2,5 meter.
Ini berpotensi membahayakan aktivitas pelayaran dan nelayan tradisional,” ujarnya.
BMKG mengimbau masyarakat yang tinggal di wilayah terdampak untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan cuaca ekstrem, terutama mereka yang beraktivitas di laut.
“Kondisi cuaca seperti ini dinamis. Meski bibitnya tidak berkembang menjadi siklon penuh, dampaknya tetap bisa terasa, terutama di wilayah-wilayah kepulauan,” tutup Andri.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]