"Tapi, karena kita
terletak di kawasan Khatulistiwa, alamnya ini masih dermawan. Walau sudah dirusak hampir separuh,
tetapi masih juga memberi harapan, karena kekayaan laut kita, walau ikan dicuri. Banyak
persoalan, belum lagi korupsi," tambah dia.
Buya mengaku prihatin dengan banyaknya
kasus korupsi di Indonesia. Sejak medio 1970 hingga 2021, perkara korupsi terus meningkat dan menyebabkan negara merugi
triliunan.
Baca Juga:
Percepat Target Transisi Energi, PLN Siap Kembangkan Sejumlah Skenario Agresif
"Saya masih ingat, awal 70-an itu, Pertamina terlibat mega korupsi
sebesar 12 miliar dolar. Tapi waktu
itu dikritik Mochtar Lubis almarhum, yang punya koran Indonesia Raya yang galak itu. Itu kan enggak ada penyelesaiannya, walau kemudian diambil alih oleh Presiden, enggak selesai itu," ucap Buya.
"Terus BLBI enggak selesai,
Lapindo itu merusak, begitu juga Bank Bali, terakhir yang hebat ada Jiwasraya, sebelum
itu ada lembaga asuransi Bumi Putra hancur berantakan, Asabri juga begitu. Ini
bagaimana?" tutur Buya.
Buya menyebut, jika para
pengambil kebijakan tidak mau mendengar masukan dari ahli dan masyarakat, maka
saat memasuki usia 100 tahun nanti, masalah Indonesia akan semakin
rumit.
Baca Juga:
Percepat Target Transisi Energi, PLN Siap Kembangkan Sejumlah Skenario Agresif
"Kalau gini terus, saya khawatir
betul, kalau peringatan gak didengar
oleh pengambil keputusan, oleh negara, Presiden, Menteri, saya rasa kita menghadapi masalah yang mahaberat
menghadapi sebelum 100 tahun Indonesia mereka. Itu enggak lama
lagi," tutur Buya. [dhn]