WahanaNews.co | Bursa Calon
Kapolri pengganti Jenderal (Pol) Idham Aziz makin menghangat seiring dengan
munculnya nama-nama sejumlah jenderal sebagai kandidat.
Berdasar
pantauan, ada sejumlah Jenderal Bintang Tiga di institusi Bhayangkara yang akan melanjutkan estafet kepemimpinan Kapolri Idham
Azis.
Baca Juga:
Operasi Patuh Mansinam 2025, Satgas Preemtif Laksanakan Kegiatan Edukatif dan Humanis kepada Masyarakat
Ketua
Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S
Pane, memperkirakan, Istana akan melirik dua kandidat utama berdasarkan
rekomendasi dari dua institusi, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) serta Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi Polri
(Wanjakti).
Dia
berharap, proses
pencalonan Kapolri saat ini mengikuti prosedur baku, tidak seperti pada saat
Idham Azis menjadi Kapolri.
"Tahun
lalu tidak melalui proses Wanjakti. Nama Idham Azis diperoleh Presiden hanya
melalui usulan Kompolnas," ungkapnya kepada media, akhir pekan lalu, Sabtu (19/12/2020).
Baca Juga:
Mulai 14 Juli, Operasi Patuh 2025 Sasar Pelanggaran Lalu Lintas Berisiko Tinggi
Dalam
menilai Calon Kapolri pengganti Idham Azis, Neta melihal ada
tiga poin penting yang harus diperhatikan Istana.
Pertama,
sejauh mana loyalitas dan kedekatan sang calon dengan
Presiden Jokowi.
Kedua,
calon Kapolri pengganti Idham Azis harus bisa mengkonsolidasikan internal
kepolisian.
"Khususnya,
jam terbang yang dimilikinya, kapasitas, dan kapabilitasnya yang bisa diterima senior maupun
junior di tubuh Polri, dan kualitas kepemimpinan yang mampu menyelesaikan
masalah di internal ataupun eksternal kepolisian," kata dia.
Kemudian
yang ketiga, sejauh mana figur calon Kapolri itu tidak memiliki kerentanan
masalah, terutama masalah yang bisa menjadi polemik di masyarakat di masa
sekarang maupun ke depan.
"Ketiga
kriteria ini menjadi bahasan serius dalam menentukan dan memilih Calon Kapolri pasca Idham Azis," ungkap Neta S Pane.
Alasannya,
masalah Polri ke depan tidak lagi sekadar menghadapi para kriminal dan ancaman
keamanan zaman old.
Neta
mengatakan, pada pertengahan Januari 2021 paling tidak Istana telah mengantongi
para kandidat dan sudah dikirim ke Komisi III DPR untuk mengikuti uji
kepatutan.
"Minimal
20 hari sebelum Kapolri Idham Azis pensiun nama calon penggantinya sudah bisa
diproses," ujarnya.
Informasi
yang beredar di media, Wanjakti saat ini tengah menggodok 10 nama perwira
tinggi dengan pangkat Komjen sebagai calon kandidat Kapolri.
Enam
orang di antaranya merupakan komjen di internal Polri dan empat lainnya
bertugas di luar struktur Polri.
Juru
Bicara Kompolnas,
Poengky Indarti, Minggu (20/12/2020), mengatakan, Jenderal (Pol) Idham Azis akan pensiun
pada 1 Februari 2021.
Sementara,
batas pensiun bagi anggota Polri adalah 58 tahun.
Poengky
Indarti mengaku telah mengantongi nama Calon Kapolri yang akan diusulkan ke Jokowi. Meski begitu dia tidak menyebut nama kandidat
tersebut.
Jika
mengacu pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik
Indonesia, Pasal 11 ayat (6) huruf B menyatakan, Kapolri yang baru sebelum
dipilih dilihat dari dua aspek, yakni kepangkatan dan jenjang karier.
"Yang
dimaksud dengan jenjang kepangkatan ialah prinsip senioritas dalam arti
penyandang pangkat tertinggi di bawah Kapolri," ucap Poengky, Sabtu
(19/12/2020).
Poengky
menuturkan, pihaknya telah menerima masukan dari sejumlah pihak soal nama-nama
calon Kapolri.
"Kami
menerima masukan-masukan dari internal Polri dan eksternal Polri, termasuk
tokoh-tokoh masyarakat dan purnawirawan Polri tentang kriteria kapolri di masa
depan," ujarnya.
Kompolnas
selanjutnya akan menyaring nama-nama perwira tinggi Polri yang memiliki
prestasi, integritas, dan rekam jejak yang terbaik.
Hal itu
dilakukan dengan merujuk Pasal 11 ayat (6) UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal
ini menyebutkan bahwa calon kapolri adalah perwira tinggi yang masih aktif
dengan memperhatikan jenjang kepangkatan dan karier.
Setelahnya, Kompolnas akan menyerahkan lebih dari satu nama calon untuk dipilih
Jokowi.
Nantinya,
berdasarkan hak prerogatif presiden, beliau akan memilih, dan mengirimkan nama
calon kapolri yang dipilih presiden untuk disetujui DPR.
Ketua
Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane, menilai, penunjukkan tersebut secara tidak langsung mengubah
bursa calon Kapolri ke depannya.
Menurut
Neta, peluang jenderal bintang dua Polri untuk masuk dalam bursa calon Kapolri
telah tertutup usai penunjukkan tersebut.
"Padahal
sebelumnya ada salah satu dari tiga jenderal bintang dua polri yang disebut
sebut akan menjadi bintang tiga dan masuk dalam bursa calon Kapolri, yakni
Irjen M Fadil (Kapolda Metro Jaya), Irjen Lufthi (Kapolda Jateng), dan Irjen
Dofiri (Kapolda Jabar)," kata Neta dalam keterangannya, Rabu (23/12/2020).
Neta
menuturkan, pergantian Kepala BNN yang terlambat 23 hari dinilai
sebagai strategi untuk mengulur waktu agar mengunci masuknya jenderal bintang
dua untuk bisa ikut dalam bursa calon Kapolri.
Jika
melihat berbagai argumen dari dua institusi yang dapat memberikan rekomendasi
kandidat calon Kapolri kepada Presiden, ada dua angkatan yang paling
memungkinkan menjadi Kapolri, yaitu
angkatan pendidikan akademi kepolisian 1988 dan angkatan 1989.
Saat ini, setidaknya ada 3 orang nama Komisaris Jenderal
(Komjen) yang diunggulkan dari percaturan argumen.
Mereka
berasal dari angkatan 1988 dan 1989, yakni
Komjen Pol Gatot Eddy Pramono selaku Wakapolri, Komjen
Pol Boy Rafli Amar selaku Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), serta Komjen Pol Agus Andrianto selaku Kabaharkam.
Gatot Eddy
Pramono
Sepanjang
masa pandemi Covid-19, Wakapolri Gatot Eddy Pramono kerapkali muncul di publik, karena ia juga ditugaskan Presiden Jokowi sebagai
Wakil Ketua Pelaksana II Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PCPEN).
Gatot
Eddy Pramono hingga saat ini disebut sebagai calon kuat Kapolri pengganti Idham
Aziz.
Polisi
kelahiran Solok, Sumatra Barat, 28 Juni 1965, ini berpengalaman dalam bidang reserse. Sebelum menjadi
Wakapolri ia menjabat Kapolda Metro Jaya.
Direktur
Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang
Komaruddin, mengatakan, Gatot
Eddy merupakan satu dari tiga nama yang paling direkomendasikan untuk menjadi
Kapolri.
Sementara
itu, Pengamat Intelijen dan Keamanan,
Stanislaus Riyanta,
memberikan gambaran keuntungan Komjen Pol Gatot menjadi Kapolri. Dengan masa kerja masih tiga tahun dan sudah cukup
senior.
"Pengalaman
Komjen Pol Gatot Eddy perlu perhitungkan, pernah jabat Kapolda Metro Jaya
sehingga paham soal situasi lapangan," ujarnya di Jakarta, Rabu (24/12/2020).
Boy Rafli Amar
Karir
Boy Rafli Amar mirip dengan Tito Karnavian yang melejit setelah menjabat
Kapolda Papua.
Hal yang
sama juga, Boy pun saat
ini menduduki jabatan Kepala BNPT. Perbedaannya, Boy banyak dikenal sebagai Humas Polri.
Boy
Rafli Amar lahir di Jakarta pada 25 Maret 1965, dari pasangan Minangkabau. Ayahnya berasal dari Solok
sedangkan ibunya dari Koto Gadang, Agam, Sumatera Barat.
Ia
adalah cucu dari sastrawan Indonesia, Aman Datuk Madjoindo. Boy menikah dengan
Irawati dan telah dikaruniai dua orang anak.
Staf
Pengajar Universitas Tarumanagara, Dr
Urbanisasi, memprediksi Boy Rafli sangat layak untuk menjadi
Kapolri.
Selain
sosok humanis, ia juga memiliki kemampuan komunikasi ke segala lini.
"Hal ini
merupakan modal sekaligus prestasi
Komjen Boy Rafly ketika menjadi
Kadiv Humas Polri," kata Urbanisasi di Jakarta, Senin (21/12/2020).
Lebih
lanjut Urbanisasi mengatakan, salah
satu prestasi terbaik Boy Rafli sebagai perwira polisi adalah ketika bertugas
di Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror.
"Kasus
Terorisme yang ditangani pak Boy termasuk kasus berskala besar dan jangkauannya
internasional, beliau menangani kasus bom Bali," ujar Urbanisasi.
Dalam
menangani kasus Bom Bali, Boy banyak berhadapan dengan para pelakunya seperti
Amrozi, Imam Samudra, Muklas, Ali Imron, Doktor Azhari, Nurdin M Top.
Bahkan,
dengan Ustaz Abu Bakar Baa"syir, ketua pesantren Ngeruki Solo yang dulu
membaiat orang-orang atau pelaku-pelaku bom Bali.
"Loyalitas
pengabdian, profesionalisme dan integritas Boy Rafli tak diragukan lagi.
Kredibilitas, kompetensi, mental dan moral sangat baik," ungkapnya.
"Lebih
penting dan utama lagi, setia pada negara dan pimpinannya. hal ini sangat
penting bagi Presiden
Jokowi menunjuk seorang pembantunya di samping profesionalisme," lanjutnya.
Agus Andrianto
Pria
lulusan Akpol 1989 ini diketahui berpengalaman dalam bidang reserse.
Sebelum jadi Kabaharkam, ia menjabat Kapolda Sumut, menggantikan Komjen Firli Bahuri, yang menjadi Ketua
KPK.
Agus
dilahirkan di Blora, Jawa Tengah, 16 Februari 1967. Dia selama ini sangat
gencar mengkampanyekan penggunakan produk dalam negeri di institusi kepolisian.
Ia
pernah dianugerahi beberapa tanda penghormatan, di antaranya Bintang
Bhayangkara Pratama, SL Pengabdian XXIV, SL Ksatria Bhayangkara, SL Operasi
Kepolisian hingga France Medal.
Agus
sangat terkenal ketika menjabat sebagai Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim
Polri pada 2016, tatkala menangani kasus penistaan agama yang melibatkan Basuki
Tjahaja Purnama alias Ahok.
Lantas,
siapa perkiraan kandidat yang akan jadi Calon Kapolri?
Anggota
Komisi III DPR RI dari Fraksi Golkar, Supriansa, mengatakan, sejauh ini belum ada kandidat yang secara
resmi dikirimkan Presiden ke DPR.
Melalui
pesan WhatsApp, dia
menyatakan, hasilnya baru akan bisa disimpulkan dari hasil fit and proper test oleh DPR. [qnt]