WahanaNews.co | Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani
Indrawati, menilai, akhir-akhir ini ada
orang yang sering berbicara mengenai persoalan utang pemerintah pusat.
Padahal, tegasnya,
persoalan utang telah ditetapkan pemerintah dalam Peraturan Presiden Nomor 72
Tahun 2020.
Baca Juga:
Tak Tersentuh Reshuffle, 'Orang Terkaya' Rionald Silaban Tetap Jadi Pilihan Prabowo-Sri Mulyani
Oleh sebab itu, dia meminta kepada anak buahnya, khususnya
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan,Luky Alfirman, untuk menginformasikan mengenai
kebijakan utang pemerintah secara berkala. Yakni setiap seminggu sekali, agar
masyarakat tak lupa.
"Orang kan
hari-hari ini ada yang suka bicara masalah utang, sampaikan saja di Perpres 72
waktu anggaran APBN 2020 dengan estimasi defisit sekian, pembiayaannya dari
SBN, pinjaman, ada yang bilateral ada yang multilateral," tegas dia, Senin
(23/11/2020).
Adapun kebijakan utang yang dilaksanakan semasa menghadapi
pandemi Covid-19
ini, Sri menegaskan bahwa pemerintah masih terus dalam koridor yang diatur
dalam PerpresNomor 72 Tahun 2020. Dipastikannya
tidak ada kebijakan yang ditempuh di luar peraturan tersebut.
Baca Juga:
Menkeu Ajak Sinergi Akademisi, Birokrat, dan Praktisi Wujudkan Ekonomi Islam yang Berkeadilan
"Jadi waktu kita sedang menjalankan perpres muncul kemudian
reaksi-reaksi seolah-olah kita kayak orang yang belum punya rencana. Itukan
semuaissuencedari Perpres 72, sudah diomongkan, sudah
disampaikan ke publik, jumlah defisit sudah disampaikan sekian," jelasnya.
Hingga Oktober 2020, Sri mengaku bahwa pembiayaan anggaran yang
berasal dari pembiayaan utang telah mencapai Rp 958,6 triliun atau sudah mencapai 78,5 persen dari target Rp 1.220,5 triliun. Realisasi itu naik 143,8 persen
dari realisasi Oktober 2019 yang sebanyak Rp 393,2 triliun.
Jika dirincikan, pembiayaan utang yang berasal dari Surat
Berharga Negara (SBN) mencapai Rp 943,5
triliun atau 80,4 persen dari target PerpresNomor 72 sebesar Rp 1.173,7 triliun. Sedangkan yang berasal dari
pinjaman Rp 15,2 triliun atau 32,4 persen dari target Rp 46,7 triliun.
Sementara itu, pembelian SBN oleh Bank Indonesia (BI) melalui
Surat Keputusan Bersama (SKB) I hingga akhir bulan tersebut mencapai Rp 72,49 triliun. Adapun penerbitan SBN oleh BI melalui
SKB II untuk public goods sebesar Rp 270
triliun dan non-public goods Rp 152,03
triliun.
"Sudah disampaikan ke publik jumlah defisit, sudah
disampaikan sekian, sumber pembiayaan sudah kita sampaikan ada yang dari SBN,
burden sharing dengan BI, multilateral pinjaman, ada yang bilateral. Itu
mungkin Pak Luky harus setiap minggu di update supaya orang enggak lupa,"
tutur dia. [qnt]