WahanaNews.co |
Pengusaha nasional, Chairul Tanjung, disebutkan oleh Komisaris PT Garuda
Indonesia (Persero) Tbk, Peter Gontha, mengalami rugi senilai Rp 11 triliun di
maskapai plat merah tersebut.
Hal itu diungkapkan Peter melalui unggahan di
akun Instagram-nya, @petergontha, pada Jumat (4/6/2021).
Baca Juga:
Saat Menjadi Buangan Politik, Sosok Ini Jadi Teman Setia Anwar Ibrahim
Peter menyebutkan dirinya mewakili Chairul
Tanjung di Garuda Indonesia dalam posting-an tersebut.
Sebagai informasi, pengusaha nasional ini
memiliki saham GIAA melalui Trans Airways sebesar 28,27 persen.
Selain Trans Airways, saham GIAA dimiliki oleh
Pemerintah Republik Indonesia sebesar 60,54 persen dan masyarakat dengan
kepemilikan di bawah 5 persen sebesar 11,19 persen.
Baca Juga:
CT Ungkap Gaya kepemimpinannya dalam Berbisnis 40 Tahun Terakhir
"Memang saya mewakili orang yang
memegang saham minoritas, artinya dikit lah cuman 28 persen, yaitu Chairul
Tanjung [CT]. Tapi si minoritas yang sudah rugi Rp11 Triliun,"
katanya.
Dia merincikan perhitungan rugi sebesar Rp 11
triliun tersebut.
Pertama, sewaktu CT diminta tolong karena para
underwriter gagal total dan menyetor US$ 250 juta.
Waktu itu, kata Peter, kurs masih di kisaran
Rp 8.000 per dolar AS, sedangkan saat ini sekitar Rp 14.500.
Kedua, harga saham GIAA waktu itu Rp 625, saat
ini berada di level Rp 256.
"Silahkan hitung tapi menurut saya,
dalam kurun waktu 9 tahun kerugian CT saya hitung sudah Rp11,2 triliun termasuk
bunga belum hitung inflasi, banyak juga yah Mas Arya [Arya Sinulingga Staf
Khusus Menteri BUMN]?" tulisnya.
Kerugian yang disebutkan Peter tersebut masih
berupa potential loss selama Chairul Tanjung belum menjual sahamnya (cut
loss).
Adapun, posting-an Peter tersebut menjawab
ditujukan untuk menjawab posting-an Staf Khusus Menteri BUMN, Arya
Sinulingga, yang juga disertakan dalam unggahan Sang Komisaris GIAA.
Sebelumnya, Peter mengungkapkan 7 penyebab
keuangan Garuda dalam kondisi kritis.
Sejumlah penyebab yang menjadi sororatan di
antaranya keputusan yang diambil Kementerian BUMN secara sepihak tanpa
koordinasi dan tanpa melibatkan Dewan Komisaris.
Melalui akun Facebook-nya, dia merilis
surat kepada Dewan Komisaris Garuda Indonesia yang berisi permohonannya kepada
para anggota komisaris.
Dalam suratnya, Komisaris Garuda yang baru
diangkat dalam RUPS 2020 ini mengungkapkan penyebab kondisi kritisnya keuangan
Garuda Indonesia.
Dia menyebutkan, setidaknya terdapat tujuh hal
yang menjadi penyebab kritisnya keuangan emiten berkode GIAA ini.
Pertama, tidak adanya penghematan biaya
operasional antara lain GHA.
Kedua, tidak adanya informasi mengenai cara
dan narasi negosiasi dengan lessor.
Ketiga, tidak adanya evaluasi atau perubahan
penerbangan atau rute yang merugi.
Keempat, arus kas manajemen yang tidak dapat
dimengerti.
Kelima, keputusan yang diambil Kementerian
BUMN secara sepihak tanpa koordinasi dan tanpa melibatkan Dewan Komisaris.
Keenam, saran komisaris yang oleh karenanya
tidak diperlukan.
Ketujuh, aktivitas komisaris yang oleh
karenanya hanya 5-6 jam per minggu.
Dalam suratnya, Gontha juga meminta untuk
tidak dibayar honorariumnya mulai Mei 2021 hingga rapat pemegang saham
mendatang. [dhn]