WahanaNews.co | Mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo, mengungkapkan isi hatinya pada majelis hakim setelah dituntut hukuman pidana seumur hidup dalam kasus pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Dalam sidang pembacaan nota pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (24/1, Sambo mengaku banyak tuduhan yang diarahkan kepadanya usai terjerat perkara tersebut.
Baca Juga:
Perjalanan Vonis Ferdy Sambo dari Hukuman Mati Jadi Penjara Seumur Hidup
Mulanya, Sambo mengaku pleidoinya yang berjudul 'Setitik Harapan Dalam Ruang Sesak Pengadilan' hendak diberi judul 'Pembelaan yang Sia-sia'.
Hal itu lantaran Sambo merasa frustasi dan putus asa di tengah hinaan, caci-maki, olok-olok serta tekanan luar biasa dari berbagai pihak terhadap dirinya dan keluarga dalam menjalani pemeriksaan dan persidangan kasus pembunuhan Brigadir J.
Ia merasa berbagai tuduhan bahkan vonis telah dijatuhkan kepada dirinya sebelum adanya putusan dari majelis hakim.
Baca Juga:
Seluruh Tergugat Tak Hadir, Sidang Gugatan Rp 7,5 M Keluarga Brigadir J Ditunda
Sambo merasa tak ada ruang sedikitpun untuk menyampaikan pembelaan, bahkan sepotong katapun tidak pantas untuk didengar apa lagi dipertimbangkan dari seorang terdakwa seperti dirinya.
Sambo menuturkan selama 28 tahun bekerja sebagai aparat penegak hukum dan menangani berbagai perkara kejahatan termasuk pembunuhan, ia belum pernah menyaksikan tekanan yang begitu besar terhadap seorang terdakwa sebagaimana yang dialaminya saat ini.
"Saya nyaris kehilangan hak sebagai seorang terdakwa untuk mendapatkan pemeriksaan yang objektif, dianggap telah bersalah sejak awal pemeriksaan dan haruslah dihukum berat tanpa perlu mempertimbangkan alasan apapun dari saya sebagai terdakwa," kata Sambo.
Tak hanya itu, Sambo juga merasa media framing dan produksi hoax terhadap dirinya dan keluarga secara intens terus dilancarkan sepanjang pemeriksaan perkara tersebut, termasuk tekanan massa baik di dalam maupun di luar persidangan.
Menurutnya, tekanan itu telah mempengaruhi persepsi publik terhadap dirinya dan mempengaruhi hasil keputusan pemeriksaan perkara pembunuhan Brigadir J yang mengikuti kemauan semua pihak, termasuk orang-orang yang mencari popularitas dari perkara yang tengah ia hadapi.
"Saya tidak memahami bagaimana hal tersebut terjadi, sementara prinsip negara hukum yang memberikan hak atas jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara di mata hukum masih diletakkan dalam konstitusi negara kita," kata Sambo.
Sambo menyebut berbagai tuduhan yang telah disebar luaskan di media dan masyarakat membuat dirinya seolah-olah penjahat terbesar sepanjang sejarah manusia.
Sambo pun membeberkan berbagai tuduhan yang diberikan publik kepadanya. Tuduhan itu antara lain Sambo disebut sebagai bandar judi dan narkoba, selingkuh dengan banyak wanita, hingga melakukan LGBT.
"Saya telah dituduh secara sadis melakukan penyiksaan terhadap Yosua sejak dari Magelang, begitu juga tudingan sebagai bandar narkoba dan judi, melakukan perselingkuhan dan menikah siri dengan banyak perempuan, perselingkuhan istri saya dengan Kuat Ma'ruf, melakukan LGBT, memiliki bunker yang penuh dengan uang, sampai dengan penempatan uang ratusan triliun dalam rekening atas nama Yosua," ujar Sambo.
Sambo menyatakan bahwa tuduhan-tuduhan itu tidaklah benar. Menurutnya, tuduhan tersebut sengaja disebarluaskan di masyarakat agar dirinya dijatuhi hukuman berat atas kasus pembunuhan berencana Brigadir J.
"Kesemuanya adalah tidak benar dan telah sengaja disebarkan untuk menggiring opini yang menyeramkan terhadap diri saya, sehingga hukuman paling berat harus dijatuhkan tanpa perlu mendengar dan mempertimbangkan penjelasan dari seorang terdakwa seperti saya," ucap Sambo.
Bahkan, kata dia, sebuah video yang menampilkan proses eksekusi mati terhadap dirinya viral di masyarakat.
Video itu ditampilkan tim penasihat hukum di awal persidangan kasus pembunuhan berencana Brigadir J.
Ia pun menyayangkan video itu beredar saat persidangan masih berjalan dan jauh dari putusan pengadilan.
"Nampaknya, berbagai prinsip hukum tersebut telah ditinggalkan dalam perkara di mana saya duduk sebagai terdakwa," ujar Sambo.
"Tidak dapat saya bayangkan bagaimana saya dan keluarga dapat terus melanjutkan dan menjalani kehidupan sebagai seorang manusia, juga sebagai warga masyarakat, dengan berbagai tuduhan keji yang melekat sepanjang perjalanan hidup kami," kata Sambo dengan suara bergetar.
Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Sambo dengan hukuman pidana seumur hidup lantaran dinilai terbukti melakukan pembunuhan berencana dan menghalangi proses penyidikan kematian Brigadir J.
Sambo dinilai jaksa terbukti melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain itu, Sambo juga dinilai melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. [rgo]