WAHANANEWS.CO, Jakarta - Anggaran jumbo yang mengalir diam-diam ke kantong kegiatan anggota DPR RI kembali mengguncang ruang publik, seakan rakyat harus berkali-kali menelan kenyataan bahwa efisiensi anggaran hanya berlaku bagi mereka yang tidak duduk di kursi empuk Senayan.
Anggaran dana reses untuk periode 2024-2029 melonjak drastis hingga menyentuh angka Rp 702 juta, jauh di atas angka periode sebelumnya yang hanya berada di kisaran Rp 400 jutaan.
Baca Juga:
Kemendikdasmen dan Komisi X DPR RI Perkuat Literasi Kebahasaan untuk Wujudkan Pendidikan Berkarakter
Peneliti Formappi, Lucius Karus, pada Minggu (12/10/2025) menilai publik seperti sedang “diprank massal” oleh DPR setelah sebelumnya dibuat puas karena tunjangan rumah Rp 50 juta per bulan dihapus pascademonstrasi besar Agustus lalu.
Menurutnya, kenaikan dana reses itu baru terungkap setelah euforia publik mereda, dan justru itulah yang dianggap sebagai jurus pengalihan perhatian yang efektif dari DPR.
“Kita seperti kena prank massal dari DPR, kita dibikin puas dan senang karena tunjangan perumahan dihapus, tetapi lepas dari pantauan kita, tunjangan fantastis lain muncul dan tak dianggap masalah oleh anggota DPR sendiri,” kata Lucius.
Baca Juga:
DPR Minta Audit Keselamatan Militer, Dua Prajurit Gugur di Momen Persiapan HUT TNI
Ia menyebut, tidak heran jika tak ada protes keras dari kalangan legislatif ketika tunjangan rumah dicabut, karena ternyata ada kompensasi lain yang lebih besar menunggu.
“Dengan tunjangan reses sefantastis ini, kita jadi paham kenapa DPR tak menangis kehilangan 50 juta per bulan dari tunjangan perumahan,” ujarnya.
Lucius juga menyoroti minimnya laporan pertanggungjawaban dana reses yang selama ini dinilai hanya sebatas penggugur kewajiban administratif dan tak diawasi serius.
Ia menyebut, tanpa laporan detail dan mekanisme transparansi, dana reses sangat mungkin diselewengkan dan berpotensi menjadi tambahan penghasilan tak resmi para anggota.
“Pantas saja mekanisme pertanggungjawaban dana reses ini dibikin selonggar mungkin, ya supaya uang dengan nilai fantastis itu bisa diakali, kelihatan banget reses dimanfaatkan untuk kepentingan menambah pundi-pundi pendapatan anggota,” tutur Lucius.
Lebih jauh, ia mempertanyakan hasil nyata dari kegiatan reses yang diklaim sebagai penyerapan aspirasi masyarakat, tetapi jarang terlihat dampak nyatanya di parlemen.
“Emang ada gitu aspirasi rakyat yang sungguh-sungguh diserap dan diperjuangkan anggota usai melaksanakan reses?” sindirnya.
Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, pada Sabtu (11/10/2025) mengakui kenaikan dana reses tersebut dan menyatakan bahwa keputusan itu sudah melalui penyesuaian indeks kegiatan dan jumlah kunjungan yang dianggap meningkat.
Menurutnya, pada periode 2024-2029, kegiatan reses ditambah frekuensinya serta cakupan wilayah dapil diperluas sehingga anggaran ikut terkerek naik.
“Di 2024-2029 itu diputuskan bahwa indeks kegiatan dan dana reses itu jumlah kunjungannya ditambah dapilnya, dan indeksnya juga naik,” ujar Dasco.
Ia menambahkan, kenaikan mulai diterapkan sejak Mei 2025, sedangkan pada Januari hingga April 2025, anggota DPR masih berada di kisaran angka Rp 400 jutaan.
Dasco menegaskan, dana reses bukan uang tunai yang langsung masuk ke rekening pribadi para legislator, melainkan diperuntukkan bagi pembiayaan kegiatan turun ke dapil.
“Reses itu kan uangnya bukan untuk anggota dewan, tapi untuk kegiatan reses di dapil dengan berbagai kegiatan serap aspirasi masyarakat,” ucapnya.
Ia menyatakan bahwa pencairan dana reses tidak berlangsung setiap bulan, tetapi sesuai periode agenda DPR yang biasanya berlangsung empat hingga lima kali dalam setahun.
“Reses ini enggak tiap bulan kan, kegiatan reses ini berapa bulan sekali, setahun itu cuma 4 atau 5 kali, tergantung dengan padatnya agenda,” tutupnya.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]