Tidak mudah
mencari kompensasi melalui pencetakan sawah baru lengkap dengan infrastruktur
fisik pendukungnya, seperti jalan, jembatan, bendungan, dan jaringan irigasi.
Kondisi tadi
belum termasuk tingkat kesuburan, kesesuaian lahan, dan daya dukung ekologi
bagi produktivitasnya secara berkelanjutan.
Baca Juga:
Petani Madura Gencar Budi Daya Porang Untuk Ekspor
Lahan-lahan
subur, khususnya di Jawa, telah terkooptasi kepentingan non-pertanian sehingga
suka atau tidak suka negara mesti mengeksekusi pengembangan areal baru demi
menyangga ketahanan pangan (food security) di luar Jawa, termasuk food estate.
Penurunan
rata-rata luas kepemilikan lahan individual (individual holding capacity)
mengakumulasi keinginan
bagi pemiliknya untuk lebih memilih tanaman cepat menghasilkan dan mengendus
keuntungan berlimpah.
Harga jual
produk menjadi pertaruhan.
Baca Juga:
Libas Hama dan Penyakit, Kementan Galakkan Penggunaan Pestisida Nabati
Tidak
mengherankan kalau kini areal persawahan yang secara historis digunakan untuk
budidaya padi dan tebu kini makin beragam peruntukannya.
Banyaknya
pabrik gula yang kekurangan areal dan jumlah tebu guna menopang operasional
produksinya, hingga berujung sebagian terpaksa dibeku-operasikan, menunjukkan
tingginya derajat pergolakan ekonomi petani guna mendapatkan hasil lebih dari
cara-cara konvensional.
Konsekuensi
logisnya, semua pihak mesti berbenah diri, mengantsipasi perubahan lingkungan
strategik, dan mereformulasi platform transformasi cara bertani menggunakan
basis agroteknologi terkini.