WAHANANEWS.CO, Jakarta - Organisasi Relawan Nasional MARTABAT Prabowo-Gibran menyatakan keprihatinan mendalam atas semakin meluasnya paparan mikroplastik dalam berbagai bahan pangan yang dikonsumsi masyarakat Indonesia.
MARTABAT mendesak pemerintah agar memperkuat edukasi publik dan meningkatkan kampanye mitigasi bahaya mikroplastik, terutama pada delapan jenis makanan yang terbukti paling rentan terkontaminasi.
Baca Juga:
Tak Hanya Banjir, Hujan di Jakarta Kini Juga Bawa Mikroplastik Berbahaya ke Udara
Organisasi ini menilai isu mikroplastik telah memasuki tahap darurat sampah karena berkaitan langsung dengan kesehatan publik jangka panjang.
Ketua Umum MARTABAT Prabowo-Gibran, KRT Tohom Purba, menilai pemerintah perlu mengubah pendekatan dari sekadar imbauan menjadi strategi nasional yang terukur.
“Kita bicara soal partikel yang tidak terlihat, tetapi dampaknya sangat nyata pada tubuh manusia. Masyarakat berhak tahu risiko kesehatan dari makanan yang sehari-hari mereka konsumsi,” ujar Tohom.
Baca Juga:
BRIN: Air Hujan Jakarta Mengandung Mikroplastik Jangan Dikonsumsi, Pramono Buka Suara
Menurutnya, sosialisasi mengenai bahaya mikroplastik selama ini masih bersifat sporadis dan belum menyentuh kelompok keluarga rentan yang justru paling sering mengonsumsi produk seperti beras, garam, air kemasan, hingga makanan olahan.
Tohom menjelaskan bahwa delapan makanan, mulai dari makanan laut, kantong teh, beras, garam dan gula, air kemasan, madu, buah dan sayur, hingga makanan olahan sumber protein, memerlukan perhatian khusus negara.
“Penelitian global sudah menunjukkan potensi paparan mikroplastik yang menumpuk di darah, organ vital, bahkan otak. Kita tidak bisa menunggu masyarakat sadar sendiri tanpa bantuan informasi yang sistematis dari pemerintah,” tegasnya.
Tohom yang juga Pengamat Energi dan Lingkungan ini menambahkan bahwa akar persoalan mikroplastik tidak bisa dipisahkan dari buruknya sistem pengelolaan sampah nasional.
“Selama konsumsi plastik sekali pakai masih tinggi dan infrastruktur daur ulang tidak memadai, paparan mikroplastik akan terus meningkat. Pemerintah perlu melihat ini sebagai persoalan lintas sektor, yang meliputi kesehatan, lingkungan, industri pangan, hingga tata kota,” katanya.
Ia juga menyarankan agar pemerintah mengoptimalkan riset nasional mengenai standar batas aman mikroplastik, mengingat hingga kini belum ada regulasi baku yang melindungi konsumen.
Di sisi lain, Tohom mendorong edukasi publik yang lebih praktis dan mudah diaplikasikan.
“Langkah sederhana seperti memilih kemasan kaca, mencuci beras dengan benar, mengurangi konsumsi makanan olahan, hingga menghindari paparan panas pada wadah plastik sudah bisa menurunkan risiko. Namun masyarakat perlu dibekali informasi yang tepat,” ujarnya.
Sebelumnya, sejumlah penelitian internasional, termasuk temuan dari Portland State University, Autonomous University of Barcelona, University of Queensland, Ocean Conservancy, serta laporan CNET, mengungkap kadar mikroplastik yang tinggi pada berbagai jenis bahan pangan, seperti makanan laut, teh celup, beras, garam, air kemasan, madu, hingga buah, sayuran, serta makanan olahan berbasis protein nabati dan hewani.
Penelitian itu juga menyoroti belum adanya batas aman konsumsi mikroplastik secara resmi di tingkat global.
[Redaktur: Sobar Bahtiar]