Padahal Penjabat Gubernur dan Bupati Walikota bukan melalui proses politik melainkan proses administrasi ( SANKRI ).
Saya katakan demikian, karena "Posisi Penjabat" bukan proses politik melalui pengusungan partai politik lewat pilkada melainkan karena amanat Administrasi Negara (Mendagri sebagai pembina pemda, red).
Baca Juga:
Daftar Lengkap 76 Anggota Paskibraka Provinsi di Istana Kepresidenan 2023
Pada awal tulisan ini, kita sepakat bahwa tata kelola pemerintah daerah adalah lingkup tugas Menteri Dalam Negeri ( red: termasuk para pejabat setingkat eselon satu ).
Analoginya andai terjadi kekosongan kepala daerah di Provinsi, maka sesuai tugas pokok dan fungsinya dalam profesionalitas akan lebih capabel Penjabat Gubernur (provinsi, red) dipilih dari Pejabat ( ASN kemendagri yang sudah sesuai ketentuan regulasinya).
Karena perlu ada tata kelola pemerintah daerah yang sudah tupoksi pejabat atau ASN Kemendagri.
Baca Juga:
Kemendesa PDTT Libatkan Kabupaten Sumedang dalam Program Laboratorium Desa
Anomali penunjukan Penjabat Gubernur dalam beberapa bulan terakhir bahkan sampai tahun 2023 akan menjadi isu sentral politik dalam tata kelola pemerintah daerah.
Karena penunjukan cenderung dimaknai seperti alokasi kursi kekuasaan (kepentingan, red). Hal ini sangat bertolak dengan semangat profesionalitas dan kualitas tata kelola pemerintahan yang menjadi cita-cita agenda reformasi.
Mengapa judul tulisan ini menyoroti anomali penunjukan penjabat gubernur, karena sampai saat ini, kemendagri sebagai agenda setting tata kelola pemerintah daerah belum ditempatkan secara proporsional, padahal Kemendagri memiliki kader pemerintahan yang telah tersebar di seluruh daerah.