WahanaNews.co | Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Masjid Indonesia (DMI) Imam Addaruquthni mengungkapkan pihaknya saat ini sedang mengusulkan sentralisasi azan, dalam penyusunan manual penggunaan pengeras suara di masjid dan musala di Indonesia.
Penyusunan itu hingga kini masih dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Ditjen Bimas Islam), Kementerian Agama (Kemenag).
Baca Juga:
Bersama DMI, Pemkot Bekasi Gelar Pelatihan Manajemen Qurban dan Fiqih Sembelih Jelang Idul Adha
Dijelaskan Imam, konsep sentralisasi azan adalah mengatur supaya azan di satu wilayah yang memiliki jadwal salat sewaktu.
"Kalau DMI sendiri sedang mengusulkan juga kemungkinan diadakan semacam sentralisasi azan di daerah sewaktu. Misalnya DKI dan sekitarnya, itu yang daerah sewaktu ya. Jadi supaya (azannya) bareng, tidak selisih waktu, tidak terlalu ramai dan kemudian orang enak bekerja," jelas Imam saat dihubungi Liputan6.com, Sabtu (20/11).
Skemanya yang direncanakan DMI adalah dengan memberikan transistor pada masjid-masjid yang bukan sentral. Lantas di masjid utama yang ditentukan akan mengirim suara azan ke masjid-masjid yang telah dipasang penerima suara tersebut. Masjid sentral bisa saja masjid-masjid yang besar, seperti Masjid Istiqlal jika di Jakarta.
Baca Juga:
Jelang Ramadhan 1444 H, DMI Terbitkan Surat Edaran: Masjid Disterilkan dari Pembahasan Politik
"Kemudian yang azan langsungnya mungkin dilakukan di Istiqlal atau mungkin masjid di Balai Kota. Daerah sewaktu itu penting sekali, apalagi populasi masjidnya kan banyak ini. Di satu tempat aja sudah ada empat masjid itu, dan itu berbeda-beda waktu melaksanakan azan enggak selesai," jelas dia.
Skema ini, kata Imam guna mengurangi tingkat keramaian speaker masjid saat waktu salat telah tiba. "Kalau komatnya di masjid masing-masing silakan," katanya.
Rencana pengaplikasian skema ini, kata Imam telah dilakukan studi banding hingga ke Yordania. Tepatnya di Ibu Kota Yordania, Amman. Di sana kendati jumlah masjid tidak sebanyak di Jakarta, tetapi sudah diterapkan skema sentralisasi azan.
"Jadi ada azan langsung, kemudian di masjid-masjid lain itu menyalurkan azan langsung itu," papar Imam.
DMI sendiri, menurut Imam tengah menunggu rampungnya manual azan tersebut. Namun pihak Ditjen Bimas Islam masih belum juga menyelesaikan penyusunan tersebut.
"Kalau hasil FGD-nya itu sudah dikirimkan ke kita, cuman Pak JK (Ketua Umum DMI Jusuf Kalla) maunya bukan catatan semacam notulensi dari sidang itu. Tapi harus jadi formula manual, petunjuk praktis ya gitu maunya," jelas Imam.
Penyusunan manual didasarkan pada hasil berbagai masukan dalam focus group discussion (FGD) yang sempat dilaksanakan antara DMI, Ditjen Bimas Islam, dan juga Majelis Ulama Indonesia. Serta menggandeng sejumlah ormas Islam.
Imam mengatakan, ketiga pihak itu sudah siap untuk menekan manual tersebut jika penyusunannya telah rampung dilakukan.
"Iya tinggal dibuat manualnya saja bahwa berapa menit lamanya untuk azan sampai ikamah itu, speaker itu bunyi berapa menit? Misalnya 5 menit sebelum salat Zuhur, 5 menit sebelum salat Asar, misalnya gitukan atau kemungkinan 10 menit sebelum salat Subuh dan abis Subuh. Jadi gak sampai satu jam seperti sekarang ini," katanya.
Imam menegaskan bahwa manual soal penggunaan pengeras suara itu hanya mengatur soal pemakaian saat azan salat lima waktu, namun pengeras suara itu masih bisa digunakan untuk kegiatan-kegiatan sosial. Misalnya untuk informasi bencana, pengumuman warga meninggal.
"Kalau pengajian, kalau sifat pengajian umum ya cukup di dalam di peserta itu saja," ujar dia.
Imam belum bisa memastikan kapan manual itu tuntas disusun. Karena sampai saat ini pihak Ditjen Bimas Islam masih terus menggodoknya.
"Kita harap enggak pakai minggu-mingguan (tuntas disusun) yang kita harap itu, pakai hari kalau kita harapkan itu. Semakin cepat, semakin bagus. Kalau lama-lama malah lupa, nunggu anggaran baru. Dikira pakai anggaran, ini enggak pakai anggaran ini gitu, masa bikin manual aja pakai anggaran," katanya.
Imam menengarai penyebab terkendalanya pihak Ditjen Bimas Islam menyusun manual tersebut lantaran masih didiskusikan dalam internal.
"Ya mungkin kalau departemen agama kan soal pemerintah kan. Ya mungkin banyak dibicarakan ke sana kemari begitu. Kita enggak tahu alasannya. Kayaknya lagi disidang oleh timnya. Kalau DMI kan bisa langsung eksekusi Ketua Umum," jelas dia.
Penyusunan manual itu dirasa Imam perlu dilakukan demi menjaga tatanan ketertiban antarmasyarakat. Pasalnya selama ini kerap ditemui penggunaan pengeras suara di masjid dan musala yang tidak bijak justru menimbulkan keresahan bagi sebagian pihak.
"Karena dimaksudkan itu adalah memang untuk kemaslahatan kan," pungkasnya. [qnt]