WAHANANEWS.CO, Jakarta - Musisi Ahmad Dhani kembali menyuarakan kritiknya terhadap sistem pengelolaan royalti musik di Indonesia, kali ini menyoroti langkah Wahana Musik Indonesia (WAMI) yang dikabarkan mengenakan tarif royalti untuk musik yang diputar atau dinyanyikan dalam acara hajatan.
Melalui unggahan di akun Instagram @ahmaddhaniofficial pada Rabu (13/8/2025), Dhani mempertanyakan logika di balik mekanisme tersebut dan menilai kebijakan yang ada merugikan para pencipta lagu.
Baca Juga:
Ahmad Dhani Ogah Damai dengan Maia Estianty Usai Unggahan Video Ghibah
"Ini siapa sih yang bikin sistem kok ancur banget," tulisnya.
"Pantes nasib komposer ancur," lanjutnya.
Selama ini, Dhani memang dikenal mendukung perlindungan hak komposer, namun ia menegaskan bahwa dukungannya berlaku untuk penarikan royalti dari pihak yang mengadakan konser atau pertunjukan berbayar, bukan untuk penyanyi kafe atau pengamen.
Baca Juga:
Ahmad Dhani Kesal Maia Sebut Irwan Donatur Utama Nikahan Al Ghazali
Ia bahkan pernah menyatakan pada 2023 lewat kanal YouTube Video Legend bahwa dirinya membebaskan lagu-lagu karyanya dibawakan di kafe atau oleh pengamen, selama tidak ada pembayaran kepada penyanyi tersebut.
"Kecuali nyanyi di kafe enggak dibayar, enggak apa-apa, enggak usah izin, moral enggak penting lah," kata Dhani saat itu.
"Justru saya malah lebih senang kalau lagu Dewa dinyanyikan di kafe," lanjutnya.
Sebelumnya, pernyataan soal rencana pengenaan royalti untuk musik di acara pernikahan disampaikan perwakilan WAMI, Robert Mulyahardja.
Sebaliknya, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Prof Ahmad M Ramli, yang ikut merancang Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, menjelaskan bahwa acara bersifat non-komersial seperti hajatan atau pesta ulang tahun tidak dikenakan royalti karena justru menjadi media promosi gratis bagi pencipta lagu.
“Sepanjang tidak komersial, tidak ada penarikan royalti, misalnya menyanyi di rumah, acara ulang tahun, atau hajatan dengan organ tunggal, itu justru menjadi media promosi gratis bagi pencipta lagu,” ujarnya dalam kanal YouTube Mahkamah Konstitusi.
Namun, jika musik dibawakan untuk tujuan komersial, seperti konser berbayar, acara sponsor, atau bisnis hiburan, maka royalti wajib dibayarkan melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).
Dhani juga mengkritik sikap WAMI yang menurutnya tidak tegas terhadap anggota atau artis besar yang menolak membayar royalti kepada komposer.
"Kenapa WAMI tajam ke cafe, resto, hotel," tulis Dhani.
"Tapi tumpul ke penyanyi atau band kaya raya yang menolak fee komposer, yang menolak izin ke komposer," lanjutnya.
Menurutnya, baik pelaku usaha seperti kafe maupun artis besar sama-sama ada yang enggan membayar royalti.
"Padahal sama-sama tidak sudi bayar royalty," tulis Dhani.
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM sebelumnya juga menjelaskan bahwa penggunaan musik untuk kepentingan komersial, termasuk di kafe, restoran, hotel, pusat perbelanjaan, bioskop, salon, spa, event organizer, hingga transportasi umum, tetap memerlukan izin meskipun musik diputar dari platform seperti YouTube atau Spotify.
Aturan tersebut mengacu pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Lagu dan/atau Musik, dengan pembayaran royalti dilakukan melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) untuk disalurkan kepada pencipta lagu.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]