“Terus kemudian juga RUPTL, RUPTL PLN yang 2021-2030 itu benar kita sebut green energy RUPTL, dan untuk energi surya cukup tinggi targetnya,” imbuh Arya, saat dihubungi wartawan, Kamis (14/10/2021).
Seperti diketahui, RUPTL PLN 2021-2030 yang disahkan melalui Keputusan Menteri ESDM nomor 188.K/HK.02/MEM.L/2021 tanggal 28 September 2021.
Baca Juga:
Ini 18 Proyek Hilirisasi Era Presiden Prabowo Rp618 Triliun, Ada Industri Besi Baja di Kabupaten Sarmi Papua Senilai Investasi Rp19 Triliun
Dalam RUPTL tersebut, porsi energi baru terbarukan (EBT) pada rencana pembangkit baru mencapai 51,6% atau 20.923 MW, sementara sisanya dari pembangkit fosil 48,4% atau 19.652 MW.
Secara terperinci, PLTA/PLTM/PTMH memiliki komposisi terbesar hingga 25,6% atau 10.391 MW.
Diikuti PLTS sebesar 11,5% atau 4.680 MW.
Baca Juga:
Bahlil Bongkar Dalang Asing di Balik Kisruh Tambang Raja Ampat
Kemudian, PLTP 8,3% atau 3.355 MW, dan sisanya dari PLT EBT base, PLTB, dan lainnya.
Sementara itu, Permen PLTS Atap mengatur sejumlah hal, termasuk di antaranya skema tarif ekspor-impor listrik net-metering.
Pada aturan sebelumnya, yakni Permen ESDM Nomor 49/2018, ketentuan tarif net-metering ditentukan sebesar 0,65:1.