WahanaNews.co | Peringatan Hari Agraria Nasional yang ke-62 jatuh pada tanggal 24 September 2022 lalu merupakan meomentum penting, terutama bagi Kementerian ATR/BPN dalam menuntaskan kasus-kasus maupun sengketa pertanahan yang banyak merugikan konsumen.
Menurut data pengaduan konsumen yang diterima Badan Perlindungan Konsumen Nasional Republik Indonesia (BPKN RI) sejak tahun 2017 hingga23 September 2022, total pengaduan konsumen yang diterima berjumlah 7.953 pengaduan, dan 2.999 diantaranya dari sektor perumahan.
Baca Juga:
Sampaikan Disertasi, Menteri ATR/BPN Agus Harimurti Yudhoyono Raih Gelar Doktor
menyampaikan “BPKN RI bersama Kementerian, lembaga, dan stakeholder terkait terus berkomitmen mendorong penyelesaian kasus-kasus perlindungan konsumen di sektor pertanahan yang masih banyak terjadi, sebagai upaya dalam memberikan perlindungan kepada konsumen untuk mendapatkan kepastian hukum dan rasa keadilan,” ungkap Rizal E. Halim, Ketua BPKN RI, dalam keterangan tertulisnya yang diterima WahanaNews.co. Kamis (29/9).
Komitmen pemerintah di dalam memperkuat perlindungan konsumen, sebut Rizal, merupakan salah satu kunci di dalam akselerasi pemulihan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan, untuk memulihkan ekonomi bangsa.
“Hal ini mengingat konsumen yang berjumlah 270 juta jiwa merupakan agen katalisator bagi pertumbuhan ekonomi nasional,” sebutnya.
Baca Juga:
Kelompok Tani Temui Menteri ATR BPN Terkait Tanah Yang Dirampas Socfindo
Sebelumnya, BPKN RI telah beberapa kali melakukan Focus Group Discussion (FGD) maupun rapat terbatas terkait permasalahan pertanahan yang masih saja terjadi di Indonesia.
Guna memitigasi risiko permasalahan pertanahan, BPKN menyarankan agar konsumen lebih berhati-hati dan teliti dalam bertransaksi jual beli.
“Dengan terlebih dahulu menanyakan informasi kepada ATR/BPN maupun lembaga pembiayaan untuk memperoleh informasi tambahan terkait kejelasan status lahan yang akan dibeli. BPKN juga mendorong agar para pelaku usaha di sektor properti berperan aktif menyediakan informasi yang akurat dan jelas dalam memasarkan produk properti, baik di dalam brosur maupun iklan pada konsumen,” paparnya.
Menurut data yang diperoleh BPKN, laporan terbanyak terkait mafia tanah berasal dari tiga Provinsi yakni Riau, Sumatera Utara dan Jambi.
Pada tahun 2018 BPKN pernah menangani kasus terkait sengketa lahan yang dipasarkan oleh pelaku usaha pada konsumen, namun lahan tersebut merupakan kawasan hutan lindung.
Konsumen tidak mendapatkan haknya meskipun telah menunaikan kewajibannya karena tidak memperoleh hal-hal yang diperjanjikan oleh pelaku usaha baik kavling maupun status. Meskipun pelaku usaha telah diproses secara hukum pidana namun kerugian konsumen tetap belum terpulihkan.
Salah satu yang menjadi perhatian BPKN RI di tahun 2022 adalah permasalahan Sertifikat Ijo Surabaya atau yang lebih dikenal dengan Surat Ijo Surabaya.
“Latar belakang permasalahan Sertifikat atau Surat Ijo antara lain tidak adanya status hak atas tanah bagi warga yang telah menghuni di wilayah tersebut selama puluhan tahun,” sebutnya.
Warga dibebankan retribusi IPT sejak Keputusan Menteri Agraria Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 53/HPL/BPN/1997 tentang Pemberian HPL atas nama Pemerintah Kota Madya Daerah Tingkat II Surabaya, sehingga Pemerintah Kota Surabaya mengenakan retribusi terhadap warga pemegang Sertifikat Ijo (IPT) dan membayar Pajak Bumi dan Bangunan.
Retribusi terhadap warga pemegang Surat IPT di Surabaya seperti halnya praktek penyewaan tanah oleh negara melalui Pemerintah Kota Surabaya kepada warga penghuni Sertifikat Ijo.
Puncak persoalan Sertifikat/ Surat Ijo Surabaya tersebut adalah belum sejalannya kepentingan warga pemegang Surat IPT Sertifikat Ijo untuk dapat memperoleh hak atas tanah dengan kepentingan Pemerintah Kota Surabaya untuk menerima pendapatan daerah.
“Dalam upaya menyelesaikan permasalahan Sertifikat Ijo tersebut, BPKN RI telah melaksanakan Rapat terbatas untuk membahas solusi cepat di dalam penyelesain Sertifikat Ijo Surabaya,” katanya.
Dalam hal ini, BPKN RI melibatkan Kementerian atau Lembaga terkait baik dari pemerintah pusat maupun daerah.
Di dalam Ratas tersebut Menteri ATR/BPN RI Marsekal TNI (Purn) Dr. (H.C.) Hadi Tjahjanto S. I . P mengusulkan 2 opsi mekanisme penyelesaian pelepasan aset Pemerintah Kota Surabaya apabila ingin melepas asetnya atau mekanisme pemberian HGB diatas HPL bagi masyarakat di Kota Surabaya yang telah menghuni tempat tersebut baik dalam bentuk rumah tinggal, fasilitas umum, rumah ibadah, fasilitas pendidikan dan lain-lain dengan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian dan rasa berkeadilan.
Adapun beberapa saran dan usulan dari BPKN RI untuk mendorong percepatan penyelesaian Sertifikat Ijo kepada Kementerian ATR/BPN RI agar Menteri ATR/BPN RI berperan sebagai inisiator atau yang menginisiasi pembuatan Keputusan Presiden dan membentuk Tim Kerja lintas Kementerian/Lembaga didalam penyelesain Sertifikat Ijo Surabaya serta mengusulkan Universitas Surabaya sebagai kepala tim kajian dalam pembuatan naskah akademik dan usulan draft Keputusan Presiden terkait penyelesaian Sertifikat Ijo Surabaya.
“Kami berharap dalam penyelesaian Sertifikat Ijo Surabaya, pemerintah juga memikirkan posisi masyarakat yang sedang dilanda masalah kenaikan kebutuhan bahan pokok, sehingga tidak memberatkan masyarakat dan dapat memberikan kepastian hukum dan rasa keadilan pada semua pihak, namun tidak menimbulkan permasalahan hukum di kemudian hari yang merugikan negara,” pungkasnya. [rin]