WahanaNews.co | Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
menegaskan, pembentukan holding aviasi dan pariwisata tidak
bertujuan menyelamatkan PT Garuda Indonesia (Persero) dari tekanan likuiditas.
Pembentukan holding didasari penciptaan nilai secara kolektif.
Menteri BUMN,
Erick Thohir,
mengakui, performa atau kinerja bisnis maskapai penerbangan pelat merah itu sudah mengkhawatirkan, bahkan sebelum pandemi
Covid-19 terjadi.
Baca Juga:
BUMN Dipangkas Besar-besaran, Danantara Siap Gabungkan 888 Perusahaan Jadi Hanya 200
"Pembentukan holding tidak berdasar dengan tujuan
penyelamatan Garuda.
Sebagaimana kita tahu, performa dan kondisi keuangan
Garuda sudah mengkhawatirkan, bahkan sebelum pandemi Covid-19 terjadi
(Indonesia)," ujar Erick,
dalam dokumen yang diterima redaksi di Jakarta,
Senin (9/11/2020).
Dalam proses restrukturisasi, dengan memasukkan Garuda Indonesia sebagai anggota holding aviasi
dan pariwisata pun diyakini tidak akan memberi dampak negatif kepada anggota
holding yang lain. Itu karena pembentukan holding sendiri didasari pada
penciptaan nilai secara kolektif atau bersama.
"Seluruh inisiatif holding akan mempertimbangkan dampak ke
seluruh anggota holding," katanya.
Baca Juga:
PLN Catat Kinerja Cemerlang, RUPS Hari Ini Laporkan Pendapatan Rp545 Triliun
Terkait dengan persoalan itu, induk holding, yakni PT Survai Udara Penas (Penas), diberi tanggung jawab atas manajemen dan kontrol
untuk mengembangkan bisnis holding secara terintegrasi untuk menggenjot kinerja
anggota holding agar lebih membaik ke depan.
Kondisi Garuda juga dinilai memegang peranan penting dalam
sektor pariwisata dan aviasi dengan jumlah pangsa pasar yang signifikan. Karena
itu, perkembangan Garuda ke ke depan dinilai akan memiliki dampak langsung bagi
pertumbuhan perseroan negara lainnya.
Perihal opsi holding yang dipilih dan tidak dilakukannya sinergi
tanpa integrasi. Erick mengutarakan, apabila hanya bersinergi tanpa integrasi
secara entitas, maka akan tetap terjadi duplikasi dan kompetisi internal yang
dapat menghambat sinergi antara perusahaan, sehingga penciptaan nilai tidak
berjalan optimal.
"Pelaksanaan proses holding ini telah mengalami proses yang
panjang dan terperinci, hingga dan termasuk proses persetujuan internal yang
relevan untuk setiap perusahaan dan telah ditinjau oleh Kementerian Keuangan,
Kementerian Perhubungan dan lain-lain," kata dia.
Keputusan Kementerian BUMN untuk pemilihan perseroan sektor
pendukung utama didasarkan pada tingkat keterkaitan dengan sektor pariwisata
Indonesia. Sehingga, dengan konsiderasi tersebut yang juga menimbang kondisi
geografis Indonesia, maka sektor aviasi dinilai sebagai sektor pendukung utama
bagi pengembangan sektor pariwisata ke depan.
"Dengan inklusi ke dalam satu struktur, maka tata kelola
pengembangan diharapkan dapat dijalankan dengan lebih optimal," kata dia.
Adapun, kolaborasi antar sektor-sektor pendukung lain di luar
Grup Holding diharapkan dapat dilakukan secara lebih baik dan terintegrasi
melalui peran Induk Holding sebagai koordinator tunggal. [dhn]