WAHANANEWS.CO, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memastikan akan mengevaluasi aktivitas pertambangan yang tidak menerapkan good mining practice setelah banjir bandang menerjang sejumlah wilayah di Sumatera pada Senin (1/12/2025).
Juru Bicara Kementerian ESDM Dwi Anggia mengatakan bahwa tambang-tambang yang berdampak pada kerusakan lingkungan akan menjadi fokus peninjauan ulang dan evaluasi menyeluruh.
Baca Juga:
Negara Tegas! Jutaan Hektare Hutan Ilegal Berhasil Dikuasai Kembali untuk Rakyat
Ia menjelaskan bahwa sasaran evaluasi mencakup perusahaan yang mengabaikan kaidah pertambangan hingga menyebabkan kerusakan ekosistem, meskipun Kementerian ESDM saat ini masih memprioritaskan pemulihan wilayah terdampak banjir serta penyediaan energi bagi instansi yang terlibat dalam penanganan.
“Misalkan, (memenuhi) kebutuhan solar untuk bahan bakar alat-alat berat Kementerian PU, untuk membuka dan membersihkan lokasi itu kan butuh banyak BBM di situ, jadi itu diarahkan Pak Menteri untuk segera didistribusikan, meskipun tantangannya sulit,” ujar Anggia.
Di sisi lain, Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Melky Nahar menilai Pulau Sumatera sejak lama diperlakukan sebagai zona pengorbanan pertambangan minerba dengan sedikitnya 1.907 izin usaha pertambangan aktif yang membentang lebih dari 2,4 juta hektare.
Baca Juga:
Permintaan Global Mineral Tembaga Dorong Kenaikan HPE Konsentrat Tembaga pada Periode Kedua September 2025
Menurut Melky, skema Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) menjadi jalur utama pelepasan kawasan lindung menjadi area ekstraksi yang membuka peluang kerusakan lingkungan semakin luas.
Saat ini terdapat 271 izin PPKH di Pulau Sumatera dengan total luas 53.769,48 hektare, terdiri atas 66 izin untuk tambang, 11 izin panas bumi, 51 izin migas, 72 izin proyek energi lain, serta izin untuk telekomunikasi, pemerintahan, dan kebutuhan umum lainnya.
Salah satu pemegang izin PPKH adalah PT Agincourt Resources (PTAR), pengelola tambang emas Martabe di Ekosistem Batang Toru dengan bukaan lahan sekitar 570,36 hektare yang disebut berdampak terhadap daerah aliran sungai di sekitarnya.
PTAR membantah tuduhan tersebut dengan menyatakan bahwa lokasi banjir bandang di Desa Garoga berada di Daerah Aliran Sungai Garoga/Aek Ngadol yang berbeda dengan DAS Aek Pahu tempat perusahaan beroperasi.
"Pemantauan kami juga tidak menemukan material kayu di DAS Aek Pahu yang dapat dikaitkan dengan temuan di wilayah banjir, PTAR mendukung penuh kajian komprehensif yang dilakukan pemerintah atas seluruh faktor penyebab bencana ini dan siap bekerja sama secara transparan," kata Senior Manager Corporate Communications PTAR Katarina Siburian Hardono.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]