Masalah ini mencuat ke permukaan setelah sejumlah pelaku usaha, khususnya kafe dan restoran di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, mulai mengurangi bahkan menghentikan pemutaran musik Indonesia.
Kekhawatiran akan kewajiban membayar royalti membuat mereka beralih ke lagu barat, musik instrumental, atau bahkan tidak memutar musik sama sekali demi menghindari risiko hukum.
Baca Juga:
BPKN: LMKN Wajib Transparan Soal Royalti Lagu, Regulasi Jangan Bebani UMKM
Kasus hukum yang menimpa restoran Mie Gacoan di Bali turut memperkuat kekhawatiran para pengusaha.
Restoran tersebut dilaporkan oleh Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) Sentra Lisensi Musik Indonesia (SELMI) karena diduga memutar lagu tanpa izin.
Direktur PT Mitra Bali Sukses, I Gusti Ayu Sasih Ira, selaku pemegang lisensi waralaba, akhirnya ditetapkan sebagai tersangka lantaran diduga tak membayar royalti sejak tahun 2022.
Baca Juga:
DPR Janji Umumkan Langkah Tegas Soal Royalti Lagu dalam Waktu Dekat
Perkara ini menjadi preseden penting yang mendorong pelaku usaha untuk lebih berhati-hati dalam menggunakan karya musik di ruang publik, meskipun pada saat yang sama menimbulkan ketakutan baru yang bisa berdampak pada pengabaian terhadap lagu-lagu lokal.
Pemerintah kini dihadapkan pada tantangan untuk menciptakan kebijakan yang seimbang antara perlindungan hak cipta dan semangat memajukan budaya musik Indonesia.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.