WAHANANEWS.CO, Jakarta - Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Nanik S. Deyang menegaskan pihaknya siap memidanakan siapa pun, termasuk pengelola dan pemilik dapur Makan Bergizi Gratis (MBG), apabila terbukti ada zat berbahaya di makanan yang mereka produksi.
Nanik menekankan, jika dari hasil uji sampel ditemukan zat beracun yang tidak ada kaitannya dengan bahan makanan, maka langkah hukum akan ditempuh tanpa pandang bulu.
Baca Juga:
Turun ke Jalan, Emak-emak Yogyakarta Tuntut Evaluasi Total MBG
“Kalau ada unsur-unsur pidana, kami pidanakan. Siapa pun itu, kita pidanakan. Misalnya dari sampel itu ternyata ditemukan zat, racun yang tidak ada kaitannya dengan bahan makanan. Ya kami pidanakan, baik itu pemiliknya, dapur, maupun SPPG-nya, atau yang terlibat di dapur itu,” kata Nanik di Kantor BGN, Jakarta, Jumat (26/9/2025).
SPPG merupakan satuan pelayanan pemenuhan gizi yang bertugas mengelola dapur MBG di berbagai wilayah.
Nanik mengungkapkan, penyelidikan terhadap dapur-dapur MBG yang diduga bermasalah masih terus berjalan dengan dukungan Polri.
Baca Juga:
Pidato Prabowo di PBB: “Ngeri!” Semoga Masalah Keracunan MBG Segera Ditemukan Solusinya
Ia membeberkan hasil penyelidikan internal BGN per 26 September 2025, yang menemukan 45 dapur tidak mengikuti standar operasional prosedur, dan 40 di antaranya langsung ditutup hingga batas waktu yang tidak ditentukan.
Dapur-dapur tersebut hanya bisa beroperasi kembali setelah dilakukan perbaikan menyeluruh sesuai rekomendasi BGN dan prosedur yang ditetapkan.
Ketika ditanya mengenai dugaan sabotase dari sejumlah insiden keracunan MBG, Nanik mengatakan dirinya berharap hal itu tidak terjadi, namun pihaknya tetap melibatkan Badan Intelijen Negara (BIN) untuk menelusuri kemungkinan tersebut.
Untuk memastikan investigasi berjalan objektif, BGN membentuk dua tim, yaitu tim gabungan Polri dan BIN, serta tim independen yang berisi BGN, para ahli, dinas kesehatan, pemerintah daerah, dan BPOM.
Dalam sesi jumpa pers, BGN mengumumkan sepanjang Januari hingga September 2025, tercatat 70 insiden keamanan pangan, termasuk keracunan, dengan 5.914 penerima MBG terdampak.
Dari jumlah itu, sembilan kasus terjadi di wilayah I Sumatera dengan 1.307 korban, termasuk di Kabupaten Lebong, Bengkulu, dan Kota Bandar Lampung, Lampung.
Di wilayah II Pulau Jawa, ada 41 kasus dengan 3.610 penerima MBG terdampak, sementara di wilayah III yang mencakup Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Bali, dan Nusa Tenggara terdapat 20 kasus dengan 997 korban.
Penyebab utama dari 70 kasus keracunan tersebut adalah bakteri berbahaya yang ditemukan dalam makanan dan air, seperti e-coli pada nasi, tahu, ayam, dan air, staphylococcus aureus pada tempe dan bakso, salmonella pada ayam, telur, dan sayur, bacillus cereus pada mie, serta coliform, PB, klebsiella, dan proteus dari air terkontaminasi.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]