Akun lainnya, bernama maknasekata, juga membagikan pengalamannya yang lebih sering membawa botol minum dan wadah makanan dari rumah.
Kasubdit Tata Laksana Produsen Direktorat Pengurangan Sampah KLHK, Ujang Solihin Sidik, menambahkan soal pengelolaan sampah, kemasan-kemasan yang bisa diguna-ulang itu menempati posisi yang paling tinggi dalam hierarki dibanding kemasan yang hanya didesain sekali pakai.
Baca Juga:
Greenpeace Sebut Proyek Food Estate Kemenhan Bisa Gunduli 3 Juta Hektare Hutan
Dia beralasan, kemasan guna-ulang itu didesain dapat dipakai ulang dan otomatis potensi nyampahnya juga akan jauh berkurang, karena sudah pasti akan ditarik untuk diisi kembali.
“Sementara, yang didesain sekali pakai, potensi untuk jadi sampahnya sangat tinggi. Kalau produsennya tidak bertanggung jawab untuk mengumpulkan kembali, kemudian mendaur ulang, ini akan menjadi sampah karena kemasan sekali pakai ini tidak bisa dipakai ulang untuk air minum,” kata Uso, sapaan akrab Ujang Solihin.
Dia mengutarakan, tingkat kemasan daur ulang untuk plastik itu angkanya rata-rata hanya tujuh persen.
Baca Juga:
Tanker Pertamina Prime "Disandera" Aktivis Greenpeace karena Boikot Rusia
“Bayangkan kalau dari plastik yang dihasilkan untuk kemasan itu hanya tujuh persen masuk daur ulang. Itu pun didaur ulang hanya sekali dan kebanyakan didaur ulang untuk jadi produk lain, tidak didaur ulang menjadi kemasan lagi atau jadi botol lagi atau jadi galon lagi,” ucapnya.
Dia menyampaikan bahwa selama ini jenis-jenis plastik PET atau sekali pakai termasuk yang paling tinggi tingkat daur ulangnya, yaitu sekitar 23-24 persen.
Hal itu karena memang industri Indonesia saat ini, daur ulangnya baru fokus hanya pada PET dan belum jenis plastik yang lain.