WahanaNews.co, Jakarta - Syarat usia minimal capres-cawapres pada Pasal 169 huruf q UU Pemilu kembali digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Namun gugatan ini dicabut setelah pemohon mendengarkan nasihat hakim MK.
Gugatan ini terdaftar dengan Nomor 159/PUU-XXI/2023 dan 160/PUU-XXI/2023. Perkara 159 diajukan oleh Yuliantoro dan Perkara 160 diajukan oleh Saiful Salim dengan kuasa hukum Eliadi Hulu, dkk. Gugatan yang dicabut setelah mendengar nasihat hakim MK adalah perkara nomor 160.
Baca Juga:
Ibu Ronald Tannur Suap Hakim untuk Bebaskan Anak, Total Rp 3,5 Miliar Mengalir
Yuliantoro, salah satu penggugat, mengaku dirugikan dengan berlakunya ketentuan Pasal 169 huruf q UU Pemilu sebagaimana dimaknai dalam Putusan MK 90.
Putusan MK 90 itu memutuskan bahwa seseorang yang berusia di bawah 40 tahun dapat menjadi capres/cawapres asalkan pernah atau sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilu, termasuk pilkada.
Menurut Yuliantoro, kerugian konstitusionalnya adalah tidak dapat memilih gubernur dan wakil gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang pernah atau sedang menjabat apabila diajukan sebagai calon presiden dan calon wakil presiden.
Baca Juga:
Uang Rp 920 Miliar dan 51 Kg Emas di Rumah Eks Pejabat MA, Mahfud: Itu Bukan Milik Zarof!
"Hal itu disebabkan berdasar Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2012, pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY melalui tata cara penetapan dan tidak dipilih melalui pemilihan kepala daerah," kata Yuliantoro dalam sidang, Selasa (19/12).
Melalui petitumnya, Yuliantoro meminta MK untuk mencabut Putusan MK 90 dan dinyatakan tidak berlaku dengan segala akibat hukumnya.
Ia juga meminta MK menyatakan Pasal 169 huruf q UU Pemilu sebagaimana dimaknai Putusan MK 90 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai 'berusia paling rendah 40 tahun, kecuali apabila undang-undang menentukan lain'.