Namun, setelah itu perajin pun terpaksa menaikkan harga tahu
dan tempe di pasar tradisional. Total kenaikannya sejauh ini maksimal 20
persen.
"Akhirnya pedagang di pasar mengerti kami yang tadinya
jual Rp10 ribu menjadi Rp12 ribu per kg, lalu Rp12 ribu menjadi Rp14 ribu, lalu
jadi Rp15 ribu per kg. Tapi kenaikan kami tidak seberapa, hanya maksimal 20
persen," kata Aep.
Baca Juga:
Kunjungi Lampung, Mendag Hadiri Gerakan Tanam Kedelai di Tanggamus
Ia mengaku penjualan tahu dan tempe sempat turun saat ada
kenaikan harga. Namun, saat ini penjualannya sudah kembali normal.
"Pertama-tama penjualan berkurang, sekarang sudah
normal," ucap Aep.
Sementara, ia mengaku lebih suka dengan kedelai impor.
Sebab, kualitasnya sesuai standar yang dibutuhkan pengrajin tahu dan tempe.
Baca Juga:
Turunkan Harga Kedelai, Mendag Ganti Selisih Harga
"Kalau lokal itu biji kedelai tidak standar, ada yang
besar dan kecil. Pas beli juga kotor, di dalam karung ada tanah, ranting,
daun," ujar Aep.
Ia mencontohkan 1 kg kedelai impor bisa digunakan untuk
membuat 1,8 kg tempe. Sementara, 1 kg kedelai lokal hanya cukup untuk membuat
1,4 kg-1,5 kg tempe.
"Mengembangnya beda, tapi masyarakat tidak
mengerti," imbuhnya.