WAHANANEWS.CO, JAKARTA - Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono mengatakan jika konversi minyak sawit menjadi biodiesel menunjukkan performa memuaskan saat diterapkan langsung pada kendaraan.
“Kita sudah lakukan uji coba dari B35 hingga B100. Hasilnya, mobil yang menggunakan B100 dapat beroperasi dengan baik,” ujar Sudaryono dikutip dari sawit indonesia, Minggu (11/5/2025).
Baca Juga:
Kementerian ESDM Uji Coba B40 pada Kereta Api, Hasil Diharapkan Tahun 2025
Sudaryono juga menguji langsung performa kendaraan yang menggunakan biodiesel B100 saat kunjungan kerja ke Balai Perakitan dan Pengujian Tanaman Industri dan Penyegar (BRMP-TRI) di Sukabumi, Jawa Barat, Jumat (9/5/2025). Bahan bakar nabati ini dibuat sepenuhnya dari minyak sawit.
“Dari hasil konversi minyak sawit menjadi biodiesel 100 persen, mobil yang kami coba hari ini dapat berjalan dengan baik. Ini membuktikan hasil riset kita menjanjikan,” ungkap pria yang akrab disapa Mas Dar tersebut.
Namun demikian, Mas Dar menekankan bahwa implementasi B100 harus mempertimbangkan keseimbangan antara kebutuhan energi dan pangan.
Baca Juga:
Indonesia Kembali Ajukan Panel Evaluasi Sengketa Bea Masuk Biodiesel Uni Eropa di WTO
“Minyak sawit selama ini digunakan untuk konsumsi seperti minyak goreng dan margarin. Tantangannya adalah bagaimana mendorong konversi ke bahan bakar tanpa mengganggu pasokan pangan nasional,” jelasnya.
Untuk menjawab tantangan tersebut, Kementerian Pertanian mendorong peningkatan produktivitas kebun sawit melalui pemanfaatan bibit unggul. Mas Dar menjelaskan bahwa kementeriannya memiliki fasilitas pengujian DNA untuk memastikan kualitas benih. “Kalau bibitnya tidak unggul, hasilnya juga tidak maksimal. Ini dasar dari seluruh upaya peningkatan produktivitas,” tegasnya.
Selain itu, program peremajaan tanaman perkebunan seperti sawit, kopi, dan kakao juga menjadi prioritas pemerintah. Tanaman yang sudah tua dan tidak produktif akan digantikan dengan varietas baru yang lebih unggul secara genetik. “Ini butuh kebijakan, keputusan politik, dan tentu anggaran. Tapi harus kita kerjakan, karena sebagian besar kebun adalah milik rakyat,” tambahnya.
Dari sisi teknis, Kepala BRMP-TRI Evi Savitri Iriani menjelaskan bahwa penggunaan B100 di kendaraan telah menunjukkan kinerja yang stabil. “Kendaraan yang kami uji sejak 2018 tidak pernah diisi solar dan sejauh ini tidak ada masalah berarti. Hanya saja, filter bahan bakar perlu lebih sering diganti, sekitar tiga bulan sekali,” ungkap Evi.
Ia juga memaparkan bahwa B100 memiliki keunggulan dari sisi performa karena angka cetanenya lebih tinggi dibanding solar, menghasilkan tenaga lebih besar dan emisi lebih bersih. “Asapnya tidak bau, karena ini berbasis nabati,” jelas Evi.
Menariknya, menurut Evi, B100 juga bisa dibuat dari minyak jelantah, membuka peluang diversifikasi bahan baku. Namun tantangan utamanya tetap pada pasokan sawit yang belum mencukupi jika ingin memenuhi kebutuhan bahan bakar sepenuhnya.
“Kalau semua kendaraan pakai B100, saat ini bahan bakunya belum cukup. Karena itu, kita masih mencampur dengan solar, bertahap dari B5, B20, kini B40, dan ke depan targetnya B50,” katanya.
Saat ini, B100 masih dalam tahap uji coba untuk kendaraan umum, namun telah lebih luas digunakan untuk alat dan mesin pertanian. “Kalau untuk traktor dan pompa saja sudah bisa, maka kendaraan lain tinggal menunggu kesiapan sistem pendukung dan kebijakan,” tandas Evi.
[Redaktur: Sobar Bahtiar]