WahanaNews.co | Hasil
survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) memperlihatkan bahwa mayoritas masyarakat
Indonesia menolak vaksin berbayar yang sempat menjadi wacana belum lama ini, dan
kemudian dibatalkan.
Baca Juga:
Dinas Kesehatan Yogyakarta Targetkan 30.702 Anak Terima Imunisasi Polio pada PIN 2024
Direktur Eksekutif LSI, Djayadi Hanan mengatakan hal
tersebut diketahui dari hasil survei yang dilakukan pihaknya pada 22-25 Juni
2021 terhadap 1.200 responden dari 34 provinsi. Survei dilakukan menggunakan
metode simple random sampling dengan tingkat kesalahan sekitar 2,8 persen.
"Apakah masyarakat bersedia untuk membayar atau membeli
vaksin, mayoritas tidak bersedia atau sebesar 76 persen. Jadi wajar kalau
kemarin isu vaksin berbayar jadi sangat ramai," ujar Djayadi dalam
konferensi pers virtual, Minggu (18/7).
Pemerintah sebelumnya sempat mewacanakan jalur vaksinasi
berbayar mandiri atau Vaksinasi Gotong Royong. Kebijakan itu tertuang dalam
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi
dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19.
Baca Juga:
Pemkab Batang, Massifkan Pencegahan Kasus Flu Singapura (HFMD)
Vaksin berbayar akan memanfaatkan jaringan klinik yang
dimiliki oleh PT Kimia Farma (Persero) Tbk sebanyak 1.300 klinik yang tersebar
di Indonesia. Pemerintah mematok harga Rp321.660 per dosis dengan tarif
maksimal pelayanan vaksinasi sebesar Rp117.910 per dosis.
Namun, wacana ini menjadi polemik di tengah masyarakat. Pada
akhirnya, Presiden Joko Widodo membatalkan vaksin berbayar.
Sementara itu, masih berdasarkan hasil survei LSI, ditemukan
masih ada 46,2 persen warga yang menyatakan bahwa vaksinasi sulit diperoleh.
Hasil survei juga menunjukkan bahwa sekitar 42 persen warga
beranggapan bahwa vaksin hanya untuk orang-orang yang berada di kota, dan
sebanyak 39 persen menganggap hanya orang kaya yang bisa mendapat vaksinasi.
"Persepsi tentang pemerataan vaksin, ini masih banyak
masyarakat yang merasa bahwa vaksin itu sulit diperoleh oleh kebanyakan warga
biasa. Jadi ini soal akses. Masih cukup banyak juga, 40 persen yang menyatakan
bahwa hanya orang kota atau kaya yang mudah atau yang bisa dapat vaksin,"
pungkasnya. [dhn]