WAHANANEWS.CO, Jakarta - Indonesia kembali diguncang fakta memprihatinkan: negeri ini menempati peringkat kedua dunia sebagai penyumbang sampah plastik terbesar di lautan setelah Tiongkok.
Menyikapi kondisi darurat sampah ini, Organisasi Relawan Nasional MARTABAT Prabowo-Gibran menyatakan keprihatinan sekaligus mendorong langkah konkret agar masalah ini tak hanya menjadi beban lingkungan, tetapi juga bisa diubah menjadi energi yang bermanfaat.
Baca Juga:
Ada Tsunami Sampah 20 Juta Ton Per Tahun, MARTABAT Prabowo-Gibran Apresiasi Target Pemerintah Laut Indonesia Bebas Sampah 2029
Ketua Umum MARTABAT Prabowo-Gibran, KRT Tohom Purba, menegaskan bahwa tiga perusahaan raksasa penyumbang sampah plastik terbanyak sebagaimana disebut dalam laporan Sungai Watch Report 2024—yakni Wings, Danone, dan Indofood—seharusnya tidak lagi diposisikan hanya sebagai pihak yang disalahkan.
Menurutnya, mereka justru bisa diarahkan menjadi penggerak utama dalam program pengelolaan sampah menjadi energi listrik.
Tohom menilai perusahaan penyumbang sampah plastik tidak seharusnya hanya dipandang sebagai pihak yang disalahkan.
Baca Juga:
Peluang Penguatan Ekowisata untuk Keberlanjutan Perekonomian dan Lingkungan
“Justru sebaliknya, mereka bisa diberdayakan menjadi aktor kunci dalam ekosistem waste to energy. Bila bergerak bersama pemerintah, BUMN, dan masyarakat, langkah ini dapat menjadi terobosan besar yang mengubah masalah lingkungan menjadi peluang,” ujarnya di Jakarta, Sabtu (4/10/2025).
Ia menambahkan, dalam empat tahun terakhir telah terjadi pergeseran peringkat penyumbang sampah plastik, dengan Wings kini menyalip Danone di posisi teratas.
Namun, menurut Tohom, data ini seharusnya tidak berhenti pada stigma, melainkan dimanfaatkan untuk menginisiasi kolaborasi berkelanjutan.
“Bayangkan, jika lebih dari 1000 ton sampah anorganik yang dikumpulkan Sungai Watch bisa terkonversi menjadi listrik, kita akan punya sumber energi alternatif yang besar, ramah lingkungan, dan bisa mengurangi ketergantungan pada energi fosil,” jelas Tohom.
Tohom yang juga Pengamat Energi dan Lingkungan ini menegaskan, transformasi sampah menjadi energi bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan mendesak.
“Waste to energy menyatukan tiga isu vital sekaligus: lingkungan, kesehatan publik, dan ketahanan energi nasional. Jadi kita perlu menjadikan perusahaan-perusahaan besar ini sebagai motor perubahan, bukan hanya target kritik,” tuturnya.
Ia juga menyoroti langkah pemerintah melalui Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) yang akan menjadikan proyek konversi sampah menjadi energi sebagai prioritas.
Menurutnya, kehadiran pihak swasta besar akan mempercepat realisasi program tersebut.
“Kalau pemerintah sudah menyiapkan kerangka kebijakan, perusahaan besar harus masuk sebagai investor dan pelaksana nyata. Dengan begitu, tanggung jawab sosial korporasi mereka tidak hanya dalam bentuk laporan tahunan, tetapi benar-benar berdampak langsung bagi bangsa,” tuturnya.
Tohom mengingatkan bahwa darurat sampah di Indonesia sudah berada di level krisis. Ia mengajak seluruh pihak untuk berhenti menunggu dan segera bertindak.
“Kita harus menatap ke depan. Jangan biarkan sampah plastik merusak ekosistem laut dan kehidupan generasi mendatang. Mari jadikan sampah sebagai energi, karena dari krisis selalu lahir solusi jika kita mau bersatu,” katanya, menutup pernyataan.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]