Lebih lanjut, Dr Honismandri juga mengatakan bahwa dari lebih dari 200.000 babi yang ada di Pulau Bulan, 35.000 mati karena penyakit tersebut. Pekerja juga memusnahkan 119.000 babi yang berbagi kompartemen yang sama atau tempat tinggal dengan babi yang bergejala.
Dari 50.000 babi yang tersisa, dua pertiga menunjukkan tanda-tanda tertular virus tetapi telah pulih.
Baca Juga:
Sekjen PBB: Pentingnya Kepemimpinan Afrika dalam Arsitektur Perdamaian dan Keamanan Global
Dr Honismandri mengatakan para pejabat sedang berusaha memproduksi serum penyembuhan dari darah babi yang masih hidup. Serum konvalesen adalah serum darah yang mengandung antibodi yang dapat memberikan kekebalan jangka pendek terhadap infeksi.
Serum sedang dikembangkan di fasilitas pemerintah di Surabaya, kota terbesar kedua di Indonesia dan ibu kota provinsi Jawa Timur.
"Ini merupakan langkah penting untuk mencegah dan membendung penyebaran demam babi Afrika karena saat ini belum ada vaksinnya," ujarnya.
Baca Juga:
Narkoba dari Tulang Manusia Banyak Diburu, Negara Ini Berlakukan Status Darurat
Dr Honismandri juga menambahkan bahwa fasilitas yang sama telah mengembangkan serum dari babi yang terinfeksi di wilayah lain di Indonesia. Namun, virus yang menginfeksi babi di Pulau Bulan tampaknya memiliki strain genetik tertentu yang tidak ditemukan pada kasus demam babi Afrika sebelumnya di negara tersebut.
Mengembangkan serum dari darah babi yang masih hidup di Pulau Bulan akan memastikan keefektifan serum terhadap jenis virus demam babi Afrika ini, kata Dr Honismandri.
"Ini akan memakan waktu dua hingga tiga bulan sampai produk siap. Itulah perkiraannya. Setelah itu kita bisa mulai inokulasi (babi)," ujarnya.