WahanaNews.co | Baru-baru
ini ICW dapat "serangan", melalui melalui informasi tak bertuan yang menyebutkan
ICW tidak dapat mempertanggungjawabkan dana sebesar Rp 96 miliar dari UNODC,
yang mengalir lewat KPK selama periode kepemimpinan Abraham Samad, cs.
Baca Juga:
Soal OTT Capim KPK Johanis Tanak dan Benny Mamoto Beda Pandangan
Koordinator ICW, Adnan Topan Husodo, mengatakan isu ini
kembali berembus seiring dengan gencarnya ICW dan koalisi masyarakat sipil melakukan
advokasi terhadap Test Wawasan Kebangsaan (TWK) KPK yang membuat 51 pegawai KPK
harus dipecat.
"Pada periode sebelum isu TWK KPK panas, kabar hoaks
mengenai tuduhan di atas tidak beredar sama sekali," ucap Adnan dalam
keterangannya, Senin (21/6).
ICW menegaskan, kabar ini sama sekali tidak benar. Dalam
tuduhan terbaru disebutkan ICW menerima dana Rp 96 miliar yang diterima dari
UNODC dan mengalir lewat KPK.
Baca Juga:
Korupsi APD Kemenkes, KPK Ungkap Satu Tersangka Beli Pabrik Air Minum Kemasan Rp60 Miliar
"Kami perlu sampaikan bahwa informasi itu tidak dapat
dipertanggungjawabkan dan tidak berdasar sama sekali alias palsu. Merujuk pada
laporan audit keuangan ICW periode 2010-2014 dan dokumen kontrak kerja sama
program penguatan KPK antara ICW dengan UNODC, selama kurun waktu 5 tahun
pelaksanaan program, ICW mendapatkan dukungan dana," kata Adnan.
Adnan lantas merinci bantuan dana dari UNODC yang diterima
ICW. Ia menyebut bantuan itu diterima pada 2010 hingga 2014 dengan jumlah yang
berbeda-beda.
Berikut rincian bantuan dana yang diterima ICW:
1. 2010= Rp 400.554.392
2. 2011= Rp 172.499.500
3. 2012= Rp 91.397.413
4. 2013= Rp 551.534.056
5. 2014= Rp 258.989.434
Total Rp 1.474.974.795 (5 tahun program)
Adnan menuturkan, dana tersebut sebagian besar dipakai untuk
membiayai kegiatan pelatihan bagi pegawai KPK dalam penguatan kapasitas,
penelitian terkait ketentuan konvensi PBB antikorupsi (United Nation Convention
Against Corruption) yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia sejak
2006.
Selain itu juga dipakai untuk kampanye serta advokasi
penguatan kebijakan antikorupsi di Indonesia.
"Perlu kami jelaskan bahwa kontrak kerja sama antara
UNODC dengan ICW sejak awal ditujukan untuk penguatan kelembagaan KPK, dan oleh
karena itu membutuhkan persetujuan formal dari Pimpinan KPK sebagai pengambil
keputusan tertinggi di KPK," jelas dia.
ICW menuturkan, danai dari Uni Eropa ini telah diketahui dan
disetujui untuk dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia sebagaimana prosedur
hibah internasional yang berlaku.
"Kami tambahkan bahwa diluar program ICW-UNODC, ICW
juga menjalin kerja sama dengan pihak donor lain, seperti USAID, Ford
Foundation, atau kantor kedutaan negara sahabat yang mana persetujuan prinsipal
atas program hibah maupun pelaksanaannya harus terlebih dahulu didapatkan dari
perwakilan Pemerintah Indonesia," tegas Adnan.
Adnan memastikan, ICW juga sudah menyampaikan klarifikasi di
berbagai kesempatan bahwa mereka tidak pernah menerima dana sama sekali dari
KPK terkait dengan program apa pun sejak KPK berdiri hingga hari ini.
"Kami sudah sampaikan bahwa hal itu merupakan
kekeliruan dari Prof Romli dan timnya dalam membaca dokumen laporan audit.
Dalam dokumen audit memang disebutkan adanya dana saweran KPK yang nilainya
lebih kurang Rp 400 juta. Namun dana itu sebenarnya adalah uang masyarakat
Indonesia yang oleh ICW telah dikumpulkan untuk membantu KPK dalam membangun
gedung baru karena usulan KPK untuk membangun gedung baru pernah ditolak DPR
RI," jelas Adanan.
"Uang itu juga sudah diberikan kepada KPK, dan diterima
langsung oleh Johan Budi saat yang bersangkutan menjadi Plt Pimpinan KPK. Bukan
sebaliknya sebagaimana tuduhan Prof Romli, ada aliran dana dari KPK ke
ICW," tambah dia.
Sementara terkait upaya ICW tidak mengambil langkah hukum
dengan melaporkan yang bersangkutan, Adnan menyebut ICW tidak mengambil jalur
hukum atas berbagai tuduhan itu. Sebab pasal pencemaran nama baik merupakan
salah satu pasal yang dapat mengekang demokrasi di Indonesia.
"Sedari awal kami menentang penggunaan pasal tersebut
karena dalam praktiknya mudah sekali disalahgunakan untuk membungkam suara
kritis warga masyarakat. Kami lebih memilih untuk menggunakan jalur dialog dan
beradu argumentasi serta bukti sebagai jalan keluar untuk mencari kebenaran
dalam berbagai hal," kata Adanan.
Lebih lanjut, ICW mengimbau kepada masyarakat tidak mudah
menyebarluaskan informasi yang sumir, tidak jelas dan tidak dapat
dipertanggungjawabkan. Sebagai individu, masyarakat memiliki tanggung-jawab
untuk mencari kebenaran atas informasi yang kita dapatkan.
"Kami tentu akan senang hati untuk memberikan
klarifikasi, sepahit apa pun kritik itu kepada kami. Hal ini sudah kami sadari
sejak awal karena apa yang kami perjuangkan merupakan bagian dari membangun
nilai keterbukaan dan pertanggung-jawaban, maka kami juga akan selalu membuka
pintu bagi setiap pengawasan dan kritik dari masyarakat luas," tutup
Adanan. [qnt]