WahanaNews.co | Setelah
diklaim mampu mencegat 90 persen dari 4.000 lebih roket Gaza yang ditembakkan
ke Israel, sistem pertahanan rudal Iron Dome jadi buah bibir dunia.
Baca Juga:
Terbang Rendah dengan Presisi Mematikan, Inilah Rahasia Kenapa Rudal Tak Terdeteksi Radar
Militer Indonesia juga memiliki sistem pertahanan rudal yang
canggih bernama Norwegian Advanced Surface to Air Missile System 2 (NASAMS 2).
Iron Dome terdiri dari serangkaian radar pendeteksi dan
pelacakan, Battle Management and Weapon Control Centers [Manajemen Pertempuran
dan Pusat Kontrol Senjata] dan unit penembakan rudal tak berawak. Unit tersebar,
memungkinkan Iron Dome menutupi area maksimum di Israel.
Radar mendeteksi dan melacak beberapa proyektil yang masuk;
Sistem Manajemen Pertempuran kemudian menentukan apakah setiap proyektil
merupakan ancaman, dan menetapkan satu atau lebih pencegat. Setiap peluncur
membawa 20 rudal Tamir yang masing-masing beratnya sekitar 200 pon dan memiliki
jangkauan lebih dari 40 kilometer. Harganya diperkirakan masing-masing antara
USD20.000 (Rp286 juta) hingga USD100.000 (Rp1,4 miliar).
Baca Juga:
Pentagon Akui Lemah Hadapi China, 15 Rudal Bisa Bikin 10 Kapal Induk AS Hilang Seketika
Iron Dome sebagian besar berhasil mencegah roket Hamas.
Tetapi, menurut analisis Forbes, sistem itu ada kelemahannya, yakni memiliki
"titik jenuh" yang tinggi tetapi tidak diketahui jumlah maksimum
roket yang dapat ditangani pada satu waktu. Jika jumlah itu terlampaui, roket
berlebih akan leluasa masuk.
Serangan baru-baru ini dari Gaza tampak seperti upaya untuk
membanjiri sistem Iron Dome dengan lebih banyak roket daripada sebelumnya.
Analisis lain dari International Business Times mengtakan sistem kerja dari
Iron Dome sebenarnya adalah algoritma. Artinya, jika musuh Israel berhasil
mengakali atau mengelabuhi algoritma sistem Iron Dome maka itu menjadi titik
kelemahannya.
Masalah lain untuk operasional Iron Dome adalah pasokan
rudal pencegat Tamir yang terbatas, dan harganya mahal. Belum lagi efek sistem
itu di lapangan seperti radiasinya menyebabkan kanker pada operator.
Hamas sendiri dilaporkan telah menimbun ribuan roket dan
senjata lainnya. Terkadang Iron Dome meluncurkan dua rudal melawan satu roket
untuk memastikan intersepsi berhasil. Jika senjata pertahanan Israel itu
kehabisan rudal pencegat, korban bisa meningkat dengan cepat. Ini dapat
memotivasi tindakan militer Israel untuk melawan peluncur roket musuh.
Menurut studi tahun 2016 oleh RAND Corporation, efektivitas
Iron Dome bahkan mungkin menjadi kelemahan strategis. Karena serangan roket
Hamas menyebabkan kerusakan yang sangat kecil, setiap tanggapan militer Israel
dipandang tidak proporsional dan kasar.
Menurut laporan Asia Pacific Defense Journal, Indonesia
telah menerima sistem pertahanan rudal Norwegian Advanced Surface to Air
Missile System 2 (NASAMS 2), yang dipesannya dari Kongsberg Group Norwegia pada
tahun 2017.
Foto-foto yang muncul dari halaman situs pertahanan
Indonesia menunjukkan peluncur rudal NASAMS 2 milik unsur dari Tentara Nasional
Indonesia (TNI), sedang dipersiapkan dan dipersenjatai dan dikatakan akan
disebarkan ke Ibu Kota Indonesia, Jakarta.
Baterai pertama diharapkan untuk mempertahankan fasilitas
pemerintah yang bernilai tinggi, termasuk Istana Negara, dan Bandara
Internasional Soekarno-Hatta.
Kementerian Pertahanan Indonesia memesan dua baterai NASAMS
dari Kongsberg Group dalam kesepakatan senilai USD77 juta.
Sistem ini menggunakan rudal pertahanan udara jarak menengah
Raytheon AIM-120 AMRAAM, serupa dengan yang telah digunakan oleh pesawat tempur
F-16C/D Fighting Falcon milik TNI Angkatan Udara (TNI-AU). Ini juga cukup
kompak untuk dibawa oleh pesawat angkut C-130 Hercules, dan dapat dipasang pada
platform mobile.
Ini adalah sistem pertahanan udara berbasis darat TNI yang
paling andal, dan mampu melakukan pertempuran jarak menengah hingga 60 kilometer.
TNI berencana untuk memesan unit tambahan meskipun ini masih
tunduk pada rencana program modernisasi Kekuatan Esensial Minimum Kementerian
Pertahanan. [qnt]