Kasus ini, ujar Atalia, menjadi pembelajaran bersama. Salah satunya tentang pentingnya orang tua menanamkan edukasi kepada anak tentang pelecehan dan kekerasan seksual.
"Bayangkan, orangtua menyekolahkan anaknya dengan harapan anaknya mendapat pendidikan yang baik. Orangtua harus jeli memilih sekolah juga, kalau pesantren tidak boleh ada lintas gender di ruang privat. Karena katanya pelaku punya akses sendiri ke kamar korban. Jadi harus dipantau," katanya.
Baca Juga:
3 Parpol Dekati Atalia Praratya, Untuk Pilwalkot Bandung?
Kepala UPTD Perlindungan Anak dan Perempuan DP3AKB Anjar Yusdinar mengatakan, saat ini korban telah mendapatkan pendampingan. "Kasusnya kita kawal bersama-sama dengan LPSK," kata Anjar.
Perkara itu sudah masuk ke pengadilan. Pada Selasa (7/12) kemarin, sidang tersebut sudah masuk ke pemeriksaan sejumlah saksi.
Informasi dihimpun, saksi yang diperiksa merupakan para saksi korban. Sidang yang dipimpin ketua Majelis hakim Y Purnomo Surya Adi itu berlangsung tertutup.
Baca Juga:
Upaya Tekan Inflasi, Pemprov Jabar Gelar Festival Keanekaragaman Makanan Bahan Baku Lokal
Sementara itu berdasarkan salinan dakwaan yang diterima detikcom, aksi itu diketahui dilakukan oleh HW pada rentang waktu 2016 hingga 2021.
Sedikitnya dari belasan korban tersebut, empat santriwati hamil. Mereka sudah melahirkan saat kasus ini masuk persidangan
Akibat aksi bejat pelaku, sembilan anak lahir dari Santriwati, masih ada dua anak yang masih dalam kandungan. Hingga saat persidangan ini digelar, anak tersebut belum lahir. [rin]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.