Charles meminta pemerintah harus mempelajari apa yang
dilakukan oleh pemerintah India. Salah satunya terkait masalah insentif bagi
produsen peralatan PCR.
"Misalnya, mungkin dengan pemberian insentif bagi
produsen peralatan swab PCR agar harga jual bisa lebih murah atau strategi
lainnya. Apalagi saat ini swab PCR dijadikan ketentuan untuk melakukan berbagai
aktifitas," kata Charles.
Baca Juga:
Kemenkes Katakan Kasus Kematian Akibat Virus Corona di Indonesia Kembali Meningkat
Sementara itu, anggota Komisi IX DPR lainnya, Saleh
Partaonan Daulay, mendorong agar pemerintah melakukan perbandingan dengan harga
tes PCR negara lain. Satu di antaranya dengan India yang disebut-sebut harga
sekali tes PCR-nya kurang dari Rp 100 ribu.
"Kalau dibandingkan, hampir mencapai 1 banding 10.
Artinya, harga 1 kali PCR di Indonesia, sama dengan 10 kali di India. Kalau di
Indonesia, sekali PCR sekitar Rp 900 ribu, sementara di India hanya sekitar Rp
96 ribu," ucap Saleh.
Menurut Saleh, jika pemerintah mengupayakan agar harga PCR
lebih murah, maka cakupan testing akan menjadi luas. Karena masalah harga sudah
tidak menjadi kendala bagi warga.
Baca Juga:
Menteri Kesehatan akan Buat Aturan Test PCR Bisa di Apotek
"Selama ini, jumlah orang yang melakukan test sangat
terbatas. Salah satu penyebabnya adalah harga yang terlalu tinggi. Tidak semua
orang bisa menjangkau. Akibatnya, hanya orang yang betul-betul membutuhkan
kelengkapan administratif yang melakukan test. Katakanlah, misalnya, orang yang
bepergian lewat bandara, perlu menunjukkan hasil PCR," kata Saleh.
Sependapat dengan Nihayatul, ia berharap pemerintah tak
perlu lagi mengimpor alat tes PCR dari luar negeri dan lebih mengandalkan
produk-produk lokal.
"Kalau bisa memang produknya adalah lokal. Tetapi,
kalau produk lokal tidak cukup kompetitif dari sisi harga, ya kebijakan impor
bisa dijadikan sebagai alternatif," tuturnya.