WAHANANEWS.CO, Jakarta - Gelombang cuaca ekstrem yang kini menyelimuti Arab Saudi diprediksi akan terus berlanjut dalam beberapa hari ke depan.
Situasi ini memberikan tantangan serius bagi puluhan ribu calon jemaah haji asal Indonesia yang tengah memulai perjalanan suci menuju Makkah.
Baca Juga:
36 Calon Haji Non Prosedural Gagal Berangkat karena Gunakan Visa Kerja
Madinah, kota yang menjadi titik awal keberangkatan, mencatat suhu tinggi mencapai 41°C dengan kelembapan yang sangat rendah serta indeks sinar ultraviolet yang ekstrem.
The Weather Channel memperkirakan suhu di kota ini akan terus meningkat hingga menyentuh angka 44°C pada pekan depan.
Di tengah kondisi cuaca yang menyengat itu, pergerakan jemaah haji Indonesia dari Madinah ke Makkah resmi dimulai pada Sabtu (10/5/2025).
Baca Juga:
KJRI Gagalkan Aksi Nekat Puluhan WNI Berhaji Tanpa Visa Resmi di Jeddah
Pada hari pertama ini, sebanyak 2.864 jemaah dari tujuh kelompok terbang diberangkatkan menggunakan 73 bus, dengan pengambilan miqat di Bir Ali sebagai bagian dari tahapan ibadah.
Menurut data Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat), sejak 2 Mei lalu, total 55.599 calon jemaah haji telah tiba di Madinah, dan sebanyak 11.934 di antaranya merupakan lanjut usia (lansia) yang menjadi kelompok paling rentan terhadap dampak suhu ekstrem.
Sementara itu, di Makkah, suhu juga tidak kalah mengkhawatirkan. Pada siang hari tercatat mencapai 41°C dengan kelembapan 27 persen, dan suhu malam hari tetap tinggi di kisaran 30°C.
Kondisi ini menuntut kesiapan fisik yang luar biasa dari para jamaah, terutama lansia dengan riwayat penyakit penyerta.
“Suhu setinggi ini sangat berat bagi jamaah lansia, apalagi yang memiliki komorbid seperti hipertensi, diabetes, atau gangguan jantung,” ujar dr. M. Imron, Kepala Bidang Kesehatan di Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Madinah.
Ia mengimbau agar jamaah tidak memaksakan diri melakukan ibadah sunnah, seperti melengkapi salat arba’in di Masjid Nabawi, dan lebih mengutamakan kesehatan menjelang puncak haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina.
“Jangan sampai ibadah jadi bumerang. Ibadah yang utama adalah yang dilakukan dengan sehat dan aman, bukan dengan memaksakan diri,” tegas dr. Imron.
Untuk mengantisipasi dampak cuaca ekstrem, KKHI Madinah telah memperkuat sistem layanan kesehatan.
Mereka menyediakan unit gawat darurat, ruang observasi, fasilitas rawat inap, serta penanganan khusus untuk jemaah dengan gangguan kognitif seperti demensia. Tim dokter spesialis juga aktif melakukan kunjungan lapangan dan deteksi dini.
Dr. Imron juga memberikan serangkaian saran praktis bagi jemaah: “Minumlah air setiap jam, gunakan topi, kacamata hitam, masker, dan semprotan air. Jangan lupa istirahat yang cukup dan hindari berjalan jauh tanpa pengawasan.”
Ia menegaskan bahwa keselamatan adalah prioritas utama.
“Sekali lagi saya ingatkan, haji bukan lomba. Yang penting bukan siapa yang paling banyak ibadah sunnah, tapi siapa yang bisa menyelesaikan ibadah wajib dengan selamat,” tutupnya.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]