WahanaNews.co, Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Atas laporan masyarakat itu, Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Juri Ardiantoro mengingatkan pelaporan hukum harus berdasarkan bukti.
Baca Juga:
Jokowi Resmikan Tol Baru, Perjalanan Medan-Parapat Kini Hanya 1,5 Jam
Dia mengatakan pelaporan dugaan pelanggaran hukum tidak boleh hanya berdasarkan asumsi.
"Hati-hati melaporkan hanya dengan asumsi tanpa bukti. Apalagi kalau yang dituduh adalah presiden dan keluarga," kata Juri melalui pesan singkat, Senin (23/10/2023) mengutip CNN Indonesia.
Juri enggan berkomentar soal sejumlah nama selain Jokowi dan keluarga yang ikut dilaporkan. Dia hanya menekankan prinsip dasar hukum dalam urusan pengaduan masyarakat.
Baca Juga:
Pedagang Pasar Delimas Riuh Sambut Kunjungan Presiden Joko Widodo
"Siapa yang menuduh, dia yang harus membuktikan," ujar Juri.
Sebelumnya, Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Persatuan Advokat Nusantara (PAN) melaporkan Presiden Jokowi dan keluarga ke KPK. Mereka membuat laporan dugaan nepotisme oleh keluarga presiden.
TPDI dan PAN mempermasalahkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membuka jalan pencalonan Gibran Rakabuming Raka, putra Jokowi di Pilpres 2024.
Selain Jokowi, kelompok itu juga menyeret Ketua MK Anwar Usman, putra sulung Jokowi Gibran Rakabuming Raka, dan putra bungsu Jokowi Kaesang Pangarep.
"Tadi kami melaporkan dugaan tindak pidana kolusi dan nepotisme kepada pimpinan KPK. Melaporkan dugaan adanya kolusi nepotisme yang diduga dilakukan oleh Presiden RI Joko Widodo dengan Ketua MK Anwar Usman juga Gibran dan Kaesang dan lain-lain," kata Koordinator TPDI M. Erick di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (23/10).
Laporan ini terkait putusan MK atas permohonan judicial review atau uji materi perkara No. 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Almas Tsaqibbirru terkait Pasal 169 huruf q Undang-Undang (UU) No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Dalam putusannya yang dibacakan Senin (16/10) lalu, MK mengabulkan sebagian permohonan tersebut, sehingga mereka yang belum berusia 40 tahun bisa menjadi calon presiden/calon wakil presiden (capres/cawapres) asalkan pernah atau sedang menjabat kepala daerah.
[Redaktur: Alpredo Gultom]