WahanaNews.co |
Lagi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan kocok ulang atau reshuffle
kabinet. Namun, pada reshuffle kabinet kali ini, Jokowi tidak banyak mengubah
komposisi yang sudah ada.
Baca Juga:
Kabinet Prabowo-Gibran, Berikut Bocoran Daftar Kementerian yang Dilebur dan Dipecah
Jokowi melantik Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan,
Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek) dan Bahlil Lahadalia sebagai
Menteri Investasi di Istana Negara, Jakarta, Rabu (28/4).
Ini merupakan pos kementerian baru setelah Jokowi memutuskan
menggabungkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan Kementerian Riset
dan Teknologi serta membentuk Kementerian Investasi.
Selain Nadiem dan Bahlil, Jokowi juga mengangkat Laksana Tri
Handoko sebagai Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Baca Juga:
Prabowo: Kabinet Harus Sesuai Skala Indonesia, Bukan Negara Kecil
Handoko menggantikan posisi Bambang Brodjonegoro. Bambang
menjabat Kepala BRIN sekaligus Menristek sebelum perubahan nomenklatur
kementerian.
Dengan reshuffle kabinet kali ini, berarti Jokowi sudah
merombak jajaran menterinya sebanyak enam kali selama dua periode kepemimpinannya
sebagai orang nomor satu di Indonesia.
Reshuffle kabinet pertama pemerintahan Jokowi terjadi pada
13 Agustus 2015. Saat itu, setidaknya ada enam kursi menteri yang dirombak
Jokowi.
Tiga Kursi di Level
Menteri Koordinator
Saat itu Jokowi menunjuk Luhut Binsar Panjaitan sebagai
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan keamanan; Rizal Ramli sebagai
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman; serta Darmin Nasution sebagai Menteri
koordinator Perekonomian.
Setahun berselang, Jokowi kembali melakukan reshuffle pada
27 Juli 2016. Saat itu, ia merombak 13 posisi menteri sekaligus dalam Kabinet
Kerja.
Salah satu menteri yang terdepak yakni Anies Baswedan. Ia
kemudian menunjuk Muhadjir Effendy untuk menjabat sebagai Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan untuk menggantikan Anies.
Dalam reshuffle itu, Jokowi juga melantik Sri Mulyani
sebagai Menteri Keuangan. Sri Mulyani kembali ke Indonesia usai menjabat
sebagai Direktur Bank Dunia.
Pada tahun keempat kepemimpinannya atau 2018, Jokowi
melakukan reshuffle yang ketiga. Saat itu, ia melantik Idrus Marham sebagai
Menteri Sosial menggantikan Khofifah Indarparawansa yang mundur karena
mencalonkan diri sebagai Gubernur Jawa Timur. Pada perombakan kali itu, Jokowi
juga menunjuk Moeldoko untuk duduk sebagai Kepala Staf Kepresidenan
menggantikan Teten Masduki.
Kemudian, pada penghujung masa jabatan periode pertamanya
sebagai presiden, Jokowi kembali melakukan reshuffle. Saat itu, Asman Abnur
mundur dari jabatan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi.
Asman yang berasal dari Partai Amanat Nasional (PAN)
memutuskan mundur lantaran partainya mendukung pasangan Prabowo-Sandi, lawan
Jokowi pada Pilpres 2019. Jokowi kemudian menunjuk mantan Wakapolri,
Syarifuddin untuk menggantikan posisi Asman.
Jokowi kemudian kembali melakukan reshuffle kabinet pada
Desember 2020. Saat itu, reshuffle dilakukan usai dua menterinya, Juliari P.
Batubara dan Edhy Prabowo terjerat kasus korupsi.
Perombakan kabinet ini merupakan yang pertama dilakukan
Jokowi pada periode keduanya menjabat sebagai presiden. Pada Reshuffle kali
ini, Jokowi melantik enam menteri baru, mereka yakni Menteri Sosial Tri
Rismaharini.
Kemudian Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga
Uno, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas,
Menteri Perdagangan Muhammad Luhtfi, serta Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti
Wahyu Trenggono.
Lebih Sering Dibanding
SBY
Dibandingkan dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY),
Jokowi lebih sering melakukan reshuffle.
Pada periode pertama, SBY hanya melakukan reshuffle sebanyak
dua kali. Reshuffle pertama pada 5 Desember 2005, SBY merombak lima pos
kementerian, yakni Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Menteri Koordinator
Kesejahteraan Rakyat, Menteri Perindustrian, Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi, dan Kepala Bappenas.
Saat itu, SBY melakukan reshuffle karena menanggapi berbagai
kritik yang menilai kabinet yang ia pimpin bekerja dengan tidak maksimal.
Kemudian, SBY kembali melakukan reshuffle Kabinet Indonesia
Bersatu pada 7 Mei 2007. Saat itu, ia merombak sejumlah posisi menteri, salah
satunya mengganti Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra dengan Hatta
Radjasa.
Ia juga mengganti posisi Sofyan Djalil yang sebelumnya
menjabat sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika menjadi Menteri BUMN.
Kemudian, SBY kembali melakukan perombakan pada 20 Mei 2010.
Saat itu, ia hanya mengganti posisi Menteri Keuangan yang ditinggalkan Sri
Mulyani menyusul pengunduran dirinya karena mulai menjabat sebagai Direktur
Bank Dunia.
Setahun berselang, tepatnya 17 Oktober 2011, SBY kembali
merombak jajaran kabinetnya. Saat itu, perombakan kabinet SBY sempat memicu
kontroversi, lantaran tetap mempertahankan Andi Mallarangeng dan Muhaimin
Iskandar yang diduga terlibat kasus korupsi.
SBY mengganti sejumlah posisi menteri, seperti menunjuk Amir
Syamsudin sebagai Menteri Hukum dan HAM hingga menempatkan Dahlan Iskan sebagai
Menteri BUMN.
Dua tahun berselang, 15 Januari 2013, SBY akhirnya secara
resmi mengganti Andi Mallarangeng yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus
korupsi Hambalang. Posisi Andi sebagai Menpora saat itu digantikan oleh Roy
Suryo. [dhn]