Pengawasan dilakukan melalui berbagai mekanisme seperti inspeksi kesehatan lingkungan, pemeriksaan laboratorium, pelatihan penjamah makanan, penerbitan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS), serta pembentukan Satuan Tugas Percepatan SPPG. Lucky menambahkan bahwa
"Pengawasan dilakukan secara internal maupun eksternal, dengan melibatkan perguruan tinggi untuk memastikan independensi dan objektivitas penilaian. Setiap hari, SPPG juga wajib melakukan uji organoleptik untuk memastikan kualitas makanan sebelum disajikan."
Baca Juga:
HGU 190 Tahun Gugur, Ini Respons Tegas Airlangga soal Masa Depan IKN
Salah satu poin penting dalam Juknis ke-3 adalah kewajiban sekolah melakukan uji cepat organoleptik sebagai pemeriksaan awal untuk mendeteksi potensi kerusakan pangan.
Pemeriksaan dilakukan menggunakan pancaindra mencium aroma tidak normal, melihat perubahan warna atau tekstur, serta menilai kelayakan konsumsi.
Semua proses dilakukan di area yang higienis. Lucky menegaskan, “Pemeriksaan ini dilakukan di meja yang bersih, terang, dan dicatat dalam formulir harian.”
Baca Juga:
Pemerintah Siapkan 66 Rumah Sakit Modern, Prabowo: Standarnya Tidak Boleh Kalah dari RS KEI
Selain itu, Kemenkes juga mengadopsi standar internasional Five Keys to Safer Food dari WHO, yang meliputi: menjaga kebersihan, memisahkan pangan mentah dan matang, memasak dengan benar, menjaga makanan pada suhu aman, serta menggunakan air dan bahan baku yang aman.
Lucky menyampaikan bahwa komitmen ini merupakan fondasi penting dalam menjaga keselamatan peserta didik.
Ia menegaskan, “Tujuan utama: makanan aman, anak sehat. Jika satu saja dari lima kunci ini tidak dijalankan, risiko keracunan dapat meningkat.