WAHANANEWS.CO, Jakarta - Pemerintah kembali menegaskan pentingnya peran tim keamanan pangan di sekolah dan madrasah melalui penerbitan Petunjuk Teknis (Juknis) ke-3 Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dirilis pada 26 Oktober 2025.
Dokumen regulasi terbaru ini menjadi landasan operasional penting bagi satuan pendidikan yang kini ditempatkan sebagai garda terdepan dalam mengawasi kualitas makanan yang diterima peserta didik mulai dari keamanan, kebersihan, hingga standar kelayakan konsumsi.
Baca Juga:
HGU 190 Tahun Gugur, Ini Respons Tegas Airlangga soal Masa Depan IKN
Penegasan tersebut diuraikan oleh Lucky dari Direktorat Kesehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam webinar Penguatan Usaha Kesehatan Sekolah/Madrasah (UKS/M) pada Senin (17/11/2025).
Menurutnya, keberhasilan implementasi MBG tidak hanya bertumpu pada penyedia makanan, tetapi sangat ditentukan oleh ketelitian dan kesiapsiagaan tim keamanan pangan di sekolah dalam menjalankan pemantauan harian.
Ia menekankan bahwa “keberhasilan MBG sangat bergantung pada ketelitian dan kesiapsiagaan tim keamanan pangan termasuk yang ada di sekolah.”
Baca Juga:
Pemerintah Siapkan 66 Rumah Sakit Modern, Prabowo: Standarnya Tidak Boleh Kalah dari RS KEI
Dalam kesempatan tersebut, Lucky memaparkan bahwa sejumlah regulasi nasional telah memperkuat standar gizi dan keamanan pangan, mulai dari UU Kesehatan No. 17/2023, UU No. 28/2024, PP No. 28/2025, Permenkes No. 11/2025, hingga Permenkes No. 2/2013 dan 2/2023.
Meskipun beberapa regulasi memiliki nomor yang mirip, seluruh aturan tersebut saling melengkapi dan menjadi dasar penyempurnaan standar operasional Program MBG di seluruh daerah.
Di tingkat kabupaten/kota, dinas kesehatan memiliki kewajiban membina dan mengawasi Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
Pengawasan dilakukan melalui berbagai mekanisme seperti inspeksi kesehatan lingkungan, pemeriksaan laboratorium, pelatihan penjamah makanan, penerbitan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS), serta pembentukan Satuan Tugas Percepatan SPPG. Lucky menambahkan bahwa
"Pengawasan dilakukan secara internal maupun eksternal, dengan melibatkan perguruan tinggi untuk memastikan independensi dan objektivitas penilaian. Setiap hari, SPPG juga wajib melakukan uji organoleptik untuk memastikan kualitas makanan sebelum disajikan."
Salah satu poin penting dalam Juknis ke-3 adalah kewajiban sekolah melakukan uji cepat organoleptik sebagai pemeriksaan awal untuk mendeteksi potensi kerusakan pangan.
Pemeriksaan dilakukan menggunakan pancaindra mencium aroma tidak normal, melihat perubahan warna atau tekstur, serta menilai kelayakan konsumsi.
Semua proses dilakukan di area yang higienis. Lucky menegaskan, “Pemeriksaan ini dilakukan di meja yang bersih, terang, dan dicatat dalam formulir harian.”
Selain itu, Kemenkes juga mengadopsi standar internasional Five Keys to Safer Food dari WHO, yang meliputi: menjaga kebersihan, memisahkan pangan mentah dan matang, memasak dengan benar, menjaga makanan pada suhu aman, serta menggunakan air dan bahan baku yang aman.
Lucky menyampaikan bahwa komitmen ini merupakan fondasi penting dalam menjaga keselamatan peserta didik.
Ia menegaskan, “Tujuan utama: makanan aman, anak sehat. Jika satu saja dari lima kunci ini tidak dijalankan, risiko keracunan dapat meningkat.
Karena itu, konsistensi sangat penting. Sistem pengawasan berlapis mulai dari sekolah, puskesmas, dinas kesehatan, hingga SPPG menjadi fondasi penting keberhasilan Program MBG dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia.”
[Redaktur: Ajat Sudrajat]