Laporan penurunan pernikahan jelas sejalan dengan angka kesuburan wanita atau total fertility rate (TFR). Rupanya, menurut Hasto, TFR di Indonesia sudah berada di angka 2,1 per 2023. Artinya, satu wanita melahirkan satu anak perempuan.
Menurun signifikan jika dibandingkan pada 2017. Jika tren penurunan TFR terus mencatat rekor terendah, laju pertumbuhan penduduk bisa berdampak, dikhawatirkan juga berpengaruh pada tantangan bonus demografi yang membutuhkan jumlah SDM lebih banyak.
Baca Juga:
Kemen PPPA Sebut Kampung Ilmu Bisa Dorong Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga
"Analisis saya memang ini cocok dengan yang namanya total fertility rate (TFR), itu artinya rata-rata perempuan melahirkan berapa anak rata-rata perempuan, ini kan kalau di 2017 angkanya masih cukup tinggi 2,4 hampir 2,5," sebut Hasto.
"Ternyata perempuan dengan jumlah anaknya menurun lebih cepat daripada ekspektasi pemerintah," sambung dia.
Secara umum, penyebab angka perkawinan menurun di Indonesia relatif tidak jauh berbeda seperti apa yang terjadi di banyak negara maju. Hal ini banyak berkaitan dengan kondisi finansial, sampai masalah pendidikan, dan pengaruh tempat tinggal.
Baca Juga:
BKKBN Sultra Edukasi Gizi dan Cegah Anemia bagi Siswa MA PESRI Kendari
Dari segi pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan yang dicapai, semakin besar kemungkinan orang tersebut hanya memiliki satu anak atau bahkan tidak memiliki anak.
"Sebetulnya bukan semakin pendidikan tinggi, ekonomi cukup, anaknya banyak, karena daerah-daerah yang agak ketinggalan itu cenderung anaknya lebih banyak, kawinnya banyak," terang dia.
Untuk mencegah penurunan laju populasi, perlu diterapkan kebijakan yang mengatur disparitas angka Total Fertility Rate (TFR) di berbagai daerah.