WahanaNews.co | Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit
Prabowo memberikan instruksi kepada jajarannya untuk membuat panduan tentang
penyelesaian kasus-kasus yang menggunakan UU Informasi dan Transaksi Elektronik
(ITE).
Salah
satu yang perlu diatur yaitu laporan-laporan dengan pasal UU ITE yang bersifat
delik aduan dilaporkan langsung oleh korban.
Baca Juga:
Revisi UU ITE Jilid II Resmi Berlaku, Jokowi Teken pada 2 Januari 2024
"Tolong
dibuat semacam STR atau petunjuk agar bisa dijadikan pegangan bagi para
penyidik saat menerima laporan," kata Sigit dalam Rapim Polri, Selasa
(16/2/2021).
"Bila
perlu, jika ada pelaporan tertentu yang bersifat delik aduan, yang lapor harus
korbannya. Jangan diwakil-wakili lagi. Ini supaya tidak ada asal lapor, nanti
kita yang kerepotan," tambahnya.
Hal ini
menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo yang menekankan agar tidak ada lagi
penggunaan pasal-pasal karet UU ITE untuk mengkriminalisasi pihak tertentu.
Baca Juga:
DPR Ketok Palu Revisi UU ITE, Simak Poin Perubahannya
Sigit
pun mengatakan, penyelesaian perkara yang menggunakan UU ITE harus
mengedepankan mediasi antara pelapor dan terlapor.
Ia
berpendapat, tidak perlu ada penahanan jika perkara yang dilaporkan tidak
berpotensi menimbulkan konflik di masyarakat.
"Bila
perlu kalau memang tidak berpotensi menimbulkan konflik horizontal ya tidak
perlu ditahan. Jadi proses mediasi. Mediasi tidak bisa, ya tidak usah ditahan.
Kecuali yang memang berpotensi menimbulkan konflik horizontal," ujarnya.
Selain
itu, Sigit juga menginstruksikan agar virtual police segera diaktifkan.
Tujuannya
untuk memberikan edukasi kepada masyarakat di media sosial soal perkara yang
bisa dijerat dengan UU ITE.
"Virtual
police menegur dan menjelaskan potensi pelanggaran pasal sekian dengan ancaman
hukuman sekian. Lalu diberikan apa yang sebaiknya dia lakukan. Tolong ini
dikerjasamakan dengan Kominfo, sehingga kalau ada konten-konten seperti itu, virtual police muncul sebelum cyber police yang turun," tuturnya.
Menurutnya,
dalam hal ini Polri juga bisa bekerja sama dengan para pegiat media sosial atau
influencer.
Dengan
begitu, edukasi tentang UU ITE benar-benar dipahami masyarakat.
"Saya
kira ini bisa dengan melibatkan influencer
yang disukai masyarakat, sehingga proses edukasi dirasakan nyaman, tidak hanya
menakut-nakuti, tapi membuat masyarakat tertarik dan sadar serta memahami apa
yang boleh dan tidak boleh," kata Sigit. [dhn]