WahanaNews.co | Epidemiolog Dicky Budiman minta agar pembelajaran tatap muka (PTM) ditunda dulu, mengingat kasus omicron terus melesat di tanah air.
"PTM ini nggak bisa, Selama masa krisis ditunda dulu, di-online dulu. Karena berbahaya," katanya, Minggu (23/1).
Baca Juga:
Dinas Kesehatan Yogyakarta Targetkan 30.702 Anak Terima Imunisasi Polio pada PIN 2024
Dia menjelaskan, saat ini sekitar 30 sampai 40 persen masyarakat yang rawan, lantaran belum divaksin lengkap. Selain itu, ada sekitar 50 persen lansia belum divaksin.
"Kerawanan lain adalah anak-anak. Anak-anak dari usia 6 tahun ke atas baru dimulai dan masih banyak yang belum divaksin penuh," ujarnya.
"Termasuk kita lindungi anak-anak yang di bawah 6 tahun. Dimitigasi dengan cara apa? Orang sekitarnya harus divaksin orang dewasanya," tegas Dicky.
Baca Juga:
Pemkab Batang, Massifkan Pencegahan Kasus Flu Singapura (HFMD)
Dia pun menyarankan agar work from home (WFH) pun diperkuat pelaksanaannya. Karena akan turut mendukung penanganan Covid-19, khususnya Omicron.
"Termasuk WFH harus ditingkatkan. Mau itu 50 persen, mau 25 persen, tapi harus dilakukan. Karena itu yang akan membantu," terangnya.
Dicky mengingatkan, Omicron merupakan varian Covid-19 yang masuk kategori variant of concern. Karena itu, Omicron merupakan ancaman yang serius.
"Seperti yang selalu saya sampaikan Omicron ini sebetulnya namanya varian of concern, itu berbahaya, serius dampaknya dan ada potensi menyebabkan kematian ada potensi menyebabkan keparahan atau hunian rumah sakit. Itu variant of concern," ujarnya.
Dia menjelaskan, setiap variant of concern memiliki kelebihan atau daya rusak masing-masing. Yang menjadi alasan varian tersebut masuk kategori variant of concern.
"Kenapa dia jadi variant of concern berarti dia bisa memperburuk situasi pandemi. Termasuk menyebabkan kematian," ungkapnya.
Dari sisi kerawanan, Omicron sebetulnya tidak ada bedanya dengan varian lain seperti Delta, Alfa, atau virus asli waktu di Wuhan.
"Memang akan lebih banyak orang yang punya komorbid atau lansia atau sekarang belum divaksinasi lebih mungkin untuk mengalami vatalitas atau meninggal dan antara lain sekarang ini kita baru liat pada lansia," ujar dia.
"Nanti kalau kita tidak lakukan cepat mitigasi kematian akan anak akan mungkin. Ini saya sampaikan. Artinya kita akan mendapat berita yang seperti itu sebagaimana yang terjadi di luar negeri atau negara-negara lain," lanjut Dicky.
Menurutnya, saat ini ada sekitar 30 hingga 40 persen masyarakat yang rawan karena belum divaksin lengkap alias 2 dosis vaksin.
"Kemudian bicara lansia, kita masih 50-an persen lansia belum divaksin lengkap apalagi kalau bicara booster. Ini artinya harus dikejar. Kalau tidak mereka akan menjadi korban," paparnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Dinas Kesehatan DKI Jakarta Dwi Oktavia menyatakan, kasus varian baru Covid-19 di Jakarta terus meningkat. Sebanyak 1.313 orang dinyatakan terpapar Omicron pada Sabtu (22/1).
"Sebanyak 854 orang adalah pelaku perjalanan luar negeri, sedangkan 459 lainnya adalah transmisi lokal," kata Dwi dalam keterangan tertulis.
Dia mengatakan, proses vaksinasi Covid-19 juga masih terus berlangsung. Vaksinasi dosis pertama di Jakarta mencapai 12.099.328 orang atau 120 persen. Yakni dengan proporsi 71 persen merupakan warga ber-KTP DKI jakarta dan 29 persen warga KTP non DKI.
Sedangkan, total dosis 2 kini mencapai 9.706.064 orang atau 96,3 persen dengan proporsi 72 persen merupakan warga ber-KTP DKI Jakarta dan 28 persen warga KTP non DKI Jakarta.
"Vaksinasi dosis ketiga atau booster juga dilakukan. Total dosis 3 sampai saat ini sebanyak 296.486 orang," ucapnya. [rin]